Minyak tertekan akibat perlambatan industri China

Minyak tertekan akibat perlambatan industri China

JAKARTA. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun dari harga penutupan tertinggi dalam dua minggu terakhir. Penurunan ini terjadi setelah data industri China yang merupakan konsumen minyak kedua terbesar di dunia menunjukkan perlambatan.

Mengutip Bloomberg, Senin (20/1), kontrak pengiriman minyak bulan Februari 2014 di New York Mercantile Exchange mencatatkan penurunan sebesar 0,67% dibanding akhir pekan menjadi US$ 93,73 per barel. Namun, harga minyak justru naik 2,1% dalam sepekan terakhir.

Biro Statistik Nasional menyebutkan, produksi pabrik China sebesar 9,7%. Angka tersebut lebih rendah dari perkiraan hasil survey Bloomberg News sebesar 9,8%. Ini merupakan ekspansi paling lambat dalam lima bulan.

“China adalah kunci dalam jangka pendek. Ini sangat penting untuk memperhatikan tanda-tanda pelemahan. Saya pikir permintaan akan berkurang dibandingkan Amerika Serikat dan Eropa,” kata Robin Mills, Kepala Konsultan Manaar Energy Consulting dan Manajemen Proyek di Dubai.

Biro Statistik di Beijing mengungkapkan, perekonomian China tumbuh sebesar 7,7% pada 2013. Angka ini sesuai dengan perkiraan survei Bloomberg terhadap para ekonom. Pertumbuhan ekonomi ini sama dengan tahun lalu, yang merupakan terendah sejak tahun 1999.

Brent untuk pengiriman Maret 2014 turun sebanyak 26 sen atau 0,2% menjadi US$ 106,22 per barel di ICE Futures Europe, London.

Zulfirman Basir, Senior Research and Analyst PT Monex mengatakan, faktor utama yang menggerakkan harga minyak berasal dari China. Selain rilis data GDP dan produksi industri menunjukkan penurunan, tingkat investasi pada aset pendapatan tetap (fixed income) di China juga mencatatkan penurunan dari 19,9% pada bulan November 2013 menjadi 19,6% per Desember 2013. Tingkat investasi ini lebih rendah dibanding prediksi sebesar 19,8%.

“Penurunan harga minyak masih terjadi hingga sepekan ke depan. Namun, penurunannya terbatas,” ungkap Firman, Senin (20/1).

Pelaku pasar masih akan menanti serangkaian data ekonomi dari Eropa dan Inggris. Data ini diharapkan menyumbang perbaikan ekonomi Eropa.

Firman memprediksi, harga minyak Selasa (21/1) akan bergerak di kisaran US$ 92,60-US$ 94,60 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah


Sumber: http://rss.kontan.co.id/v2/investasi

Speak Your Mind

*

*