Minyak & Rupiah Untungkan Saham Tambang Migas

INILAHCOM, Jakarta – Kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah dinilai menguntungkan saham-saham pertambangan minyak dan gas. Rekomendasi spekulatif untuk saham-saham tersebut.

Pengamat pasar modal Irwan Ariston Napitupulu mengatakan hal itu. Menurut dia, emiten-emiten di sektor minyak seharusnya terpengaruh positif. Apalagi, pendapatan mereka dalam denominasi dolar AS. Di sisi lain, rupiah melemah.

Karena itu, penerimaan rupiah mereka naik. Selain karena faktor peningkatan pendapatan dolar AS mereka akibat kenaikan harga minyak juga karena faktor nilai tukar rupiah yang melemah. “Jadi, dua kali alami peningkatan,” katanya kepada INILAHCOM.

Pada perdagangan Jumat (13/6/2014) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) ditutup melemah 7,744 poin (0,15%) ke posisi 4.926,663. Sepanjang perdagangan, IHSG menyentuh 4.929,61 (level tertingginya) di mid sesi 1 dan menyentuh 4.918,48 (level terendahnya) di awal sesi 1.

Volume perdagangan dan nilai total transaksi naik. Investor asing mencatatkan net buy dengan kenaikan nilai transaksi beli dan transaksi jual. Investor domestik mencatatkan net sell. Berikut ini wawancara lengkapnya:

Mengakhiri pekan lalu, IHSG melemah 0,15%. Apa yang terjadi?

Jika melihat laju dalam sebulan terakhir, IHSG bergerak sideways dalam kisaran 5.091 hingga 4.774. Indeks bolak-balik di situ-situ saja setelah pengumuman Capres-cawapres dan Golkar masuk ke kelompok yang berbeda. Kondisi itu mengindikasikan, pasar menunggu trigger berikutnya. Pasar belum mengambil posisi baru yang sifatnya berarti atau signifikan.

Apa yang menyebabkan pasar belum mengambil posisi baru?

Sebab, pasar melihat adanya ketidakpastian tentang Pilpres. Artinya, pasar belum mendapatkan kepastian siapa yang akan menjadi presiden. Akibatnya, indeks bergerak dalam kisaran 5.091 hingga 4.774. Ini terjadi sejak pertengahan Mei dengan pola yang menyempit.

Apa yang ditunggu pasar?

Saya menduga, pasar cenderung menunggu hasil Pilpres 9 Juli 2014. Apalagi, secara makro, data ekonomi Indonesia Mei tidak begitu bagus sehingga indeks kehilangan tenaga untuk menembus tertingginya 5.091. Pasar cenderung wait and see hingga ada tanda-tanda yang jelas.

Bagaimana dengan faktor Piala Dunia?

Pada saat yang sama, Piala Dunia sudah dimulai per Jumat (13/6/2014) dini hari. Kemungkinan sebagian pelaku pasar sudah mengamankan posisi dan beberapa orang fokus ke pertaruhan bola. Kemungkinan, big bos-big bos juga menonton langsung ke Brazil. Karena itu, perdagangan saham cenderung sepi hingga ada sesuatu yang sifatnya signifikan yang menentukan arah IHSG.

Lantas, bagaimana Anda melihat arah IHSG sepekan ke depan?

Dalam sepekan ke depan, laju IHSG kemungkinan masih berada di antara support 4.875 hingga resistance 4.971 yang merupakan tertinggi terakhir. Pasar menunggu sinyal-sinyal berikutnya seperti apa. Dari sisi grafik, IHSG menunjukkan sedang konsolidasi menunggu gerakan berikutnya, entah apa.

Bagaimana dengan kenaikan harga minyak?

Soal kenaiakn harga minyak ke US$107 per barel akibat konflik di Irak, bisa saja menjadi trigger laju IHSG di luar Pilpres. Jika terjadi kenaikan harga minyak dunia yang liar, Indonesia akan terkena dampak. Sebab, Indonesia sudah net importer. Ini akan berdampak terhadap posisi neraca perdagangan Indonesia. Defisit transaksi berjalan akan semakin membengkak.

Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pun akan menjadi masalah. Sebab, dengan kenaikan harga minyak, otomatis dolar yang dibutuhkan menjadi lebih banyak. Pada saat yang sama, dolar AS semakin menguat terhadap rupiah. Sebab, pasar khawatir defisit menjadi tidak terkendali.

Jika tidak ada penanganan khusus secara makro, seperti pembatasan kuota BBM bersubsidi, neraca kita bisa jebol. Jika ini yang terjadi dan orang khawatir, justru akan memicu aksi borong dolar. Ini yang saya takutkan. Karena itu, harus ada antisipasi yang serius dari pemerintah untuk mengatasi perubahan yang terjadi pada harga minyak. Dengan asumsi, kenaikan harga minyak terjadi secara liar. Jika naik biasa, masih bisa ditoleransi.

Batas toleransi kenaikan harga minyak pada 2012 di level US$115 per barel untuk WTI. Untuk 2014, mungkin berbeda batas toleransinya karena permintaan volumenya juga lebih besar.

Apakah emiten-emiten produsen minyak justru diuntungkan?

Bagi emiten-emiten di sektor minyak seharusnya berpengaruh positif. Apalagi, pendapatan mereka dalam denominasi dolar AS. Di sisi lain, rupiah melemah. Karena itu, penerimaan rupiah mereka naik. Selain karena faktor peningkatan pendapatan dolar AS mereka akibat kenaikan harga minyak juga karena faktor nilai tukar rupiah yang melemah. Jadi, dua kali alami peningkatan.

Karena itu, emiten-emiten di bidang migas akan alami sisi positif. Karena itu juga, saham-saham yang berkaitan dengan minyak dan gas, cukup menarik untuk spekulasi. Kenapa spekulasi, karena jika situasi Irak mereda, saham-saham tersebut juga akan rawan profit taking.

Bagaimana dengan emiten-emiten yang punya ketergantungan terhadap impor?

Untuk saham-saham yang punya ketergantungan pada impor, justru akan mengalami tekanan negatif. Sebab, mereka mengimpor dalam denominasi dolar AS tapi jual dalam rupiah. Contohnya, emiten-emiten farmasi yang berpeluang tergerus margin-nya dan tertekan juga harga sahamnya.

Begitu juga dengan emiten-emiten yang punya utang cukup banyak dalam denominasi mata uang asing. Ini akan tertekan juga dengan asumsi, utangnya itu tidak di-hedging. Terutama, jika rupiah melemah lebih jauh hingga pecah 12.000 per dolar AS. Ini akan membuat pelaku pasar panik. Akan ada dampak psikologis ke pasar. Kalaupun ada intervensi dari BI, pasar harus melihat seberapa kuat intervensi tersebut. Ini harus diantisipasi karena sudah lampu kuning menurut saya.

Saham-saham pilihan Anda?

Untuk saham-saham pilihan, sektor consumer goods masih menjadi defensive stock seperti PT Unilever Indonesia (UNVR) dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA). Untuk investasi jangka menengah-panjang, dua saham ini oke.

Dalam kondisi bermasalah, sektor ini tetap memiliki demand. Saham-saham bank mungkin kurang menarik karena terancam kredit macet dan risikonya meningkat. Jadi, kurangi posisi saham di sektor bank dan keuangan.

Pilihan saham di sektor migas sendiri?

Untuk saham tambang dan migas, karena penerimaannya dalam dolar AS diuntungkan oleh pelemahan rupiah. Apalagi, jika harga minyak terus merangkak naik dan harga gas pun cenderung naik. Saham pilihannya PT Elnusa (ELSA), PT Energi Mega Persada (ENRG) dan PT Medco Energy (MEDC).

Harga batu bara pun cenderung naik meskipun tidak secara otomatis. Kadang-kadang, harga batu bara tidak terkait langsung dengan kenaikan harga minyak sehingga cenderung spekulatif untuk saham-saham batu bara. Jadi, untuk sahamnya lebih menarik energy minyak daripada batu bara.

Bagaimana dengan saham-saham di sektor CPO?

Saham-saham Crude Palm Oil (CPO) juga termasuk yang diuntungkan karena barometer harga CPO dalam dolar AS. Karena itu, penerimaan dalam rupiah pun akan meningkat. Harga CPO sendiri kemungkinan akan meningkat seiring peningkatan harga minyak. Pilihannya yang standar saja, PT Astra Agro Lestari (AALI) dan PT London Sumatera Plantation (LSIP).

Bagaimana strategi pada saham-saham tersebut?

Strateginya, jika saham-saham tersebut mendekati support, beli saja dan jual saat mendekati resistance karena IHSG cenderung sideways. Lalu, jika IHSG mendekati resistance bisa pilih pegang cash atau beli saham di dekat support. Terus begini polanya hingga ada euforia, yang entah apa itu, entah itu momentum setelah Pilpres 9 Juli siapapun yang menang baik Jokowi maupun Prabowo.

Bagaimana pasar seharusnya merespons hasil Pilpres 9 Juli 2014?

Setelah Pilpres, jangan buru-buru masuk. Harus dilihat bagaimana respons pasar atas hasil Pilpres. Ditakutkan, jika Jokowi menang justru indeks dilanda profit taking atau jika Prabowo menang justru indeks menguat. Ikuti saja market, lihat euforianya ke mana. Kalau sekarang masih sideways.

Saham-saham di sektor properti bagaimana?

Untuk sektor properti, kemungkinan akan cooling down terlebih dahulu seiring ketakutan pasar atas pelemahan rupiah. Demand properti pun akan tertekan. Akan tetapi, dalam jangka menengah panjang, saham-saham properti tetap menarik. Untuk jangka pendek, dengan perkembangan saat ini yang kurang begitu baik, perlu diwaspadai. [jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*