Minyak Dunia Merosot, Harga CPO Masih Akan Melempem Tahun Ini

Jakarta -Industri sawit nasional masih tetap menjadi andalan, motor penggerak dan perekonomian nasional. Pada akhir November 2015, para pakar meramalkan harga CPO global di tahun 2016 akan mencapai US$ 600 per metrik ton pada kuartal pertama, akan tetapi melihat kondisi saat ini, harga CPO global cenderung menurun.

Banyak spekulasi berkembang penyebab utama dari harga yang sulit terkerek disebabkan jatuhnya harga minyak mentah dunia yang saat ini sudah menyentuh level US$ 30 per barel.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan menyebutkan, nilai ekspor minyak sawit sepanjang 2015 mencapai US$ 18,64 miliar.

Meskipun volume ekspor naik, nilai ekspor mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun lalu, karena rendahnya harga minyak sawit global. Nilai ekspor tahun 2015 tercatat turun sebesar 11,67% dibandingkan 2014 yang mencapai US$ 21,1 miliar.

“Tahun 2015 merupakan tahun yang dilewati industri sawit dengan penuh tantangan, mulai dari harga CPO global yang tidak bergairah sampai pada kasus kebakaran lahan perkebunan kelapa sawit. Harga rata-rata bulan CPO global sepanjang tahun 2015 tidak mampu mencapai US$ 700 per metrik ton,” ujar dia dalam keterangan resminya, Rabu (20/1/2016).

Sehingga, kata dia, sepanjang tahun secara otomatis ekspor CPO dan turunannya tidak dikenakan Bea Keluar karena harga rata-rata CPO di bawah US$ 750 per metrik ton, yang merupakan batas minimum pengenaan Bea Keluar.

Harga rata-rata CPO tahun 2015 hanya berada di angka US$ 614,2 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun sebesar 25% dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2014 yaitu US$ 818,2 per metrik ton.

Jatuhnya harga CPO global tidak terlepas dari pengaruh jatuhnya harga minyak mentah dunia yang sempat jatuh sampai US$ 30 per barel, yang kemudian mempengaruhi harga-harga komoditas lainnya.

Pertumbuhan ekonomi China yang melambat dan stagnasi di Eropa juga menjadi faktor penyebab penurunan harga CPO global.

Sementara itu, berdasarkan data yang diolah GAPKI, total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada tahun 2015 mencapai 26,40 juta ton atau naik 21% dibandingkan dengan total ekspor 2014, 21,76 juta ton.

Ada pun, produksi CPO dan turunannya 2015 diprediksi mencapai 32,5 juta ton (termasuk biodiesel dan oleochemical). Angka produksi ini naik 3% dibandingkan total produksi tahun 2014 yang hanya mencapai 31,5 juta ton.

India, Negara Uni Eropa dan China masih merupakan pengimpor terbesar minyak sawit dari Indonesia. Sepanjang tahun 2015, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India menjadi 5,8 juta ton atau naik 15% dibandingkan tahun lalu yaitu 5,1 juta ton.

Sementara ekspor ke negara-negara Uni Eropa mencapai 4,23 juta ton, dan ini menunjukkan kenaikan sekitar 2,6% dibandingkan dengan volume ekspor tahun lalu.

China secara mengejutkan mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawit sepanjang tahun 2015 sebesar 64% atau dari 2,43 juta ton tahun 2014 meningkat menjadi 3,99 juta ton pada 2015.

Peningkatan permintaan minyak sawit yang cukup signifikan sepanjang tahun 2015 dibukukan oleh Amerika Serikat sebesar 59% atau mencapai 758,55 ribu ton dibandingkan tahun lalu hanya 477,23 ribu ton.

Hal ini diikuti oleh Pakistan yang membukukan kenaikan 32% atau dari 1,66 juta ton di 2014 meningkat menjadi 2,19 juta ton di 2015.

Bertolak belakang dengan hal di atas volume ekspor minyak sawit Indonesia ke pasar baru di Negara Timur Tengah tahun 2015 mengalami penyusutan.

Menurut data yang diolah GAPKI, volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Negara Timur Tengah pada tahun 2015 melorot 8% dibandingkan tahun lalu atau dari 2,29 juta ton di 2014 turun menjadi 2,11 juta ton di 2015.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan permintaan Negara Timur Tengah adalah karena jatuhnya harga minyak dunia yang secara otomatis mengganggu finansial negara-negara penghasil minyak sehingga daya beli ikut melemah.

Meskipun ekonomi negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mengalami perlambatan, akan tetapi permintaan akan minyak sawit tetap tumbuh, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan minyak nabati selalu meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan populasi dan
semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia untuk menggunakan energi hijau dengan menggunakan bahan bakar nabati.

Tantangan di tahun 2016 yang perlu segera diselesaikan adalah :

  • Mendorong Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk segera merealisasikan program kerja khususnya membantu replanting kebun rakyat dan pembiayaan riset.
  • GAPKI mendukung pemerintah membentuk badan restorasi gambut. Badan yang dibentuk ini harus fokus melakukan rehabilitasi gambut yang rusak terutama di kawasan hutan dan open access. Sementara kepada perusahaan diberikan kewenangan untuk mengelola gambut lebih baik. GAPKI juga mendorong Badan Restorasi Gambut bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk sektor usaha pemegang konsesi.
  • Inisiatif DPR untuk membuat Undang-Undang Perkelapawitan menjadi concern industri untuk mengadakan komunikasi dengan kementerian dan DPR supaya menghasilkan undang-undang yang menciptakan iklim industri yang baik bagi petani maupun pengusaha.
  • Meningkatkan kerja sama dengan negara-negara pengimpor minyak sawit seperti India, China, Pakistan dan negara-negara Eropa.

(drk/drk)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*