Menperin Saleh Husin : Optimis Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri Mampu Mendorong Kemandirian Ekonomi Nasional


shadow

FINANCEROLL – Jakarta, Kendala pembiayaan infrastruktur mulai mendapat titik terang. Pemerintah bakal memperkuat payung hukum bagi Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri yang merupakan lembaga pembiayaan khusus (non-bank komersial).

“Lembaga pembiayaan tersebut akan punya landasan hukum serta regulasi tersendiri dengan supervisi dan pengawasan oleh kami di Kementerian Perindustrian dan Otorita Jasa Keuangan (OJK),” tegas Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Seminar Nasional Pembiayaan Investasi di Bidang Industri 2015, di Jakarta, Selasa (5/5/2015).

Seminar itu bertema “Kebijakan dan Konsep Pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri Pasca Terbitnya Undang-Undang Perindustrian Nomor 3 Tahun 2014”. Hadir pada acara ini Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D. Hadad.

Soal dana, imbuh Menperin, bersumber dari pemerintah, penerbitan surat berharga, dan pinjaman dari dalam maupun luar negeri. Selain itu bakal mengalir dari Penyertaan Modal Negara (PMN), dan pinjaman pemerintah.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menerima cinderamata dari Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto disaksikan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perbankan dan Investasi Rosan P. Roesiani dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Sudirman M. Rusdi seusai memberikan sambutan pada Seminar Nasional Pembiayaan Investasi di Bidang Industri 2015 di Jakarta, 5 Mei 2015.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menerima cinderamata dari Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto disaksikan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perbankan dan Investasi Rosan P. Roesiani dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Sudirman M. Rusdi seusai memberikan sambutan pada Seminar Nasional Pembiayaan Investasi di Bidang Industri 2015 di Jakarta, 5 Mei 2015.

Saleh Husin optimistis, Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri dapat membuka akses pembiayaan bagi IKM dan meningkatkan daya saing industri nasional.“Lembaga ini secara tidak langsung dapat mendorong tercapainya kemandirian ekonomi nasional, tidak saja terhadap ketergantungan pinjaman luar negeri, tetapi juga terhadap ketergantungan bahan baku dan barang modal industri,” ujarnya.

Lebih lanjut, LPPI juga menjadi penyediaan alternatif skema pembiayaan industri yang lebih kompetitif dan mendorong tercapainya sasaran pembangunan industri sebagaimana diamanatkan dalam RIPIN, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi dan tersedianya lapangan kerja, peningkatan produktivitas rakyat dan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.

Kementerian Perindustrian memasang target pertumbuhan industri non-migas pada tahun 2015 antara  6,30-6,80%, kemudian tahun 2020 menjadi 8,73%, naik menjadi 9,53% pada 2025, dan 9,03% pada 2035. Kontribusi industri non-migas terhadap PDB nasional ditargetkan mencapai 20,94% pada tahun 2015, 21,78% pada tahun 2020, 23,26% pada tahun 2025, dan menjadi 29,09% pada tahun 2035.

Menurut Menperin, untuk mencapai target target tersebut diperlukan dukungan dari sisi pembiayaan. “Selama ini pembiayaan dari sektor perbankan untuk sektor industri masih dirasakan kurang,” ulasnya.

Salah satu ketentuan pokok yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian adalah ketentuan pokok mengenai Pembangunan Sumberdaya Industri, yang didalamnya tercakup juga mengenai penyediaan sumber pembiayaan.

“Undang-Undang Perindustrian juga mengatur perlunya dibentuk lembaga tersebut. Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri akan berfungsi sebagai lembaga pembiayaan investasi di bidang industri, yang pembentukannya akan diatur melalui Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri tersendiri. Hal-hal yang akan diatur meliputi kerangka hukum; supervisi dan pengawasan; pengelolaan; standar tata kelola yang baik; serta sumber dananya,” papar Menperin.

Salah satu kendala yang dapat menghambat tercapainya target pertumbuhan sektor industri adalah rendahnya daya saing industri nasional, yang salah satunya disebabkan oleh mahalnya pembiayaan investasi di dalam negeri akibat suku bunga perbankan yang tidak kompetitif, serta suku bunga kredit di Indonesia yang cukup tinggi dibandingkan dengan suku bunga kredit di negara-negara Asia lainnya.

Jika dibiarkan, ketergantungan industri nasional terhadap barang modal, bahan baku, dan bahan penolong impor dapat menyebabkan defisit neraca perdagangan sektor industri terus meningkat. Hal ini kemudian berdampak pada membengkaknya defisit transaksi berjalan dan menyebabkan perekonomian Indonesia selalu mengalami overheating ketika mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

 KREDIT USAHA MIKRO

Menperin juga menyampaikan, terbatasnya pembiayaan untuk industri juga terjadi pada penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pada sektor industri masih sangat rendah. Sejauh ini tercatat hanya rata-rata sekitar 11% dari total kredit UMKM, sementara untuk sektor perdagangan mencapai lebih dari 50%.

“Sejak tahun 2008 hingga Febuari 2013 realisasi penyaluran KUR untuk sektor industri hanya sebesar 2,65% dari total KUR yang disalurkan. Sementara sektor perdagangan memperoleh sekitar 56,56%,” ujar Menperin.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*