Mengungkap Penyebab Dolar Tembus Rp 13.200 Versi BI

Jakarta -Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi beberapa waktu terakhir membuat pemerintah merilis 8 kebijakan baru. Paket kebijakan ekonomi perdana Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini rencananya akan diumumkan pada akhir pekan ini.

Bagaimana dengan Bank Indonesia (BI)? Apa yang dilakukan BI selaku ‘penjaga’ stabilitas nilai tukar?

Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, mengatakan sebelum merilis kebijakan harus dilihat terlebih dulu apa penyebab pelemahan nilai tukar. Dia menyebutkan, pelemahan rupiah lebih disebabkan fenomena di sektor riil, bukan moneter yang menjadi otoritas BI.

Menurut Mirza, defisit transaksi berjalan (current account deficit) adalah yang menyebabkan rupiah melemah. Indonesia memang masih mengalami current account deficit, di mana pada kuartal IV-2014 tercatat sebesar 2,99% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Defisit ini adalah sektor riil, yaitu defisit transaksi berjalan. Jadi memang harus dikurangi dengan kebijakan di sektor riil,” kata Mirza kepada detikFinance, Kamis (12/3/2015).

Tadi malam, Menko Perekonomian Sofyan Djalil pun mengemukakan hal senada. Dia menyatakan, paket kebijakan pemerintah adalah untuk mengatasi defisit transaksi berjalan.

“Misalnya insentif perpajakan dan meng-attack (menyerang) masalah current account deficit. Masalah current account deficit diatasi secara pelan, karena itu masalah yang dihadapi dalam 3 tahun terakhir,” jelas Sofyan di Kantor Presiden, kemarin malam.

Berikut adalah 8 ‘jurus’ stabilisasi rupiah yang akan dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi:

  1. Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pengenaan bea masuk anti dumping, dan bea masuk pengamanan sementara (safeguard) untuk produk-produk impor yang terindikasi dumping.
  2. Insentif pajak bagi perusahaan Indonesia yang produknya minimal 30% untuk pasar ekspor.
  3. Penyelesaian Peraturan Pemerintah (PP) untuk galangan kapal nasional. Nantinya industri galangan kapal nasional tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
  4. Meningkatkan komponen Bahan Bakar Nabati (BBN) agar impor minyak dan Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa dikurangi.
  5. Insentif pajak bagi perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia yang tidak mengirimkan dividen tahunan sebesar 100% ke perusahaan induk di negara asal.
  6. Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) akan menentukan formulasi pembayaran pajak pemilik atau perusahaan pelayaran asing.
  7. Mendorong BUMN untuk membentuk reasuransi.
  8. Mendorong transaksi di Indonesia memakai mata uang rupiah.

(hds/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*