Mengukur margin AKRA saat harga minyak turun

JAKARTA. Harga minyak dunia yang sedang berada tren menurun bisa menjadi sentimen positif sekaligus negatif bagi distributor bahan bakar minyak (BBM), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).

Bryan Sjahputra, analis Sinarmas Sekuritas, menjelaskan, harga minyak mentah masuk dalam tren menurun sejak tahun 2014. Hingga kini, harga minyak WTI turun 39%. “Ini bisa membuat margin bisnis distribusi BBM meningkat 50%,” ujar Bryan.

Tentu ini memberikan sinyal positif bagi AKRA. Meski perseroan juga memiliki lini bisnis lain, seperti properti, mayoritas sumber pendapatan berasal dari bisnis distribusi BBM.

Bryan memprediksi, margin kotor distribusi minyak dan gas AKRA tahun ini bisa mendekati level 16%. Bandingkan dengan perkiraan margin kotor tahun lalu yang sekitar 12%. Otomatis, margin bersih AKRA juga diprediksi meningkat menjadi sekitar 8% tahun ini.

Di tengah sinyal positif tersebut masih terselip sentimen negatif. Lebih dari setengah penjualan BBM AKRA diserap oleh sektor pertambangan. Padahal, sektor ini sedang lesu.

Pendapatan dari lahan industri Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE) juga belum bisa banyak berkontribusi karena masih dalam tahap pengembangan.

Dengan berbagai kondisi tersebut, tahun ini AKRA diprediksi mencatat pendapatan konsolidasi sekitar Rp 17,99 triliun. Angka ini menurun sekitar 10% dibandingkan perkiraan pendapatan tahun lalu.

Analis UOB Kay Hian Securities Franky Kumendong mengatakan, kelesuan sektor pertambangan khususnya batubara, masih berlanjut tahun ini. Artinya, akan ada penurunan penggunaan mesin high speed diesel operasional penambangan.

“Penurunan permintaan batubara 10%, artinya penurunan volume distribusi BBM AKRA 3%,” jelas Franky, dalam riset 3 Februari.

Arandi Arianta, analis Bahana Securities, dalam riset mengatakan, hal yang membuat prospek AKRA menarik adalah proyek JIIPE. JIIPE merupakan kawasan industri terintegrasi.

Disebut terintegrasi lantaran dipersenjatai dengan pembangkit listrik, fasilitas distribusi batubara dan terminal LNG. Proyek ini membutuhkan investasi sekitar Rp 2,7 triliun.

“Ini langkah AKRA mendiversifikasikan bisnisnya, dari bisnis BBM yang memberikan margin lebih rendah ketimbang margin dari bisnis kawasan industri,” tutur Arandi.

Bryan menambahkan, JIIPE juga bakal menyebabkan AKRA memiliki fundamental defensif. Perlahan tapi pasti, kontribusi pendapatan JIIPE terhadap total pendapatan AKRA akan membesar.

Tahun ini, kontribusinya diprediksikan 3% terhadap pendapatan, dan akan meningkat lagi menjadi 16% pada tahun 2019. Lalu, kontribusi terhadap laba kotor diprediksi 15% tahun ini dan 51% pada tahun 2019.

Melihat sentimen yang ada, Bryan merekomendasikan neutral AKRA dengan target harga Rp 7.725 per saham. Franky memeberikan rekomendasi hold dengan target harga Rp 7.000 per saham.

Ia juga memberi catatan, memantapkan kembali peringkat buy, AKRA perlu mencatat penjualan lahan 144 hektare dan volume distribusi BBM 2,6 juga KL tahun ini. Arandi belum memberikan perhitungan terbaru. Tapi, jika mengacu pada prospek JIIPE, dia sebelumnya merekomendasikan buy dengan target harga Rp 7.000 per saham.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*