Menebak Arah Rupiah di Tahun Monyet Api

Jakarta -Meskipun sempat menguat beberapa saat usai kepastian bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (the Fed) menaikkan tingkat suku bunganya, namun di penghujung tahun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali tertekan.

Dolar AS kembali menunjukkan taringnya. Hari ini, mata uang Paman Sam tersebut sempat menyentuh level Rp 13.790.

Salah satu faktor pendorong menguatnya dolar AS adalah kebutuhan dolar AS di dalam negeri yang meningkat seiring kebutuhan di akhir tahun baik untuk membayar utang, maupun sebatas untuk memenuhi kebutuhan liburan panjang.

Ke depan, pergerakan rupiah masih akan berfluktuasi. Meskipun ketidakpastian soal Fed fund rate berakhir, namun masih akan ada kenaikan suku bunga AS susulan di tahun depan. Tantangan lain juga tentu akan menghadang.

Lantas, bagaimana arah pergerakan rupiah di tahun depan yang bertepatan dengan tahun monyet api?

Ekonom BCA David Sumual melihat, beberapa tantangan di tahun depan masih akan menekan gerak rupiah. Hal yang paling nyata adalah soal penurunan harga komoditas. Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor komoditas akan sangat tergantung dengan pergerakan harga komoditas, semakin merosot maka rupiah juga akan mengikuti.

Misalnya harga minyak dunia yang diperkirakan akan merosot di bawah US$ 30 per barel di tahun depan. Ini memicu penekanan terhadap mata uang negara-negara penghasil komoditas seperti Indonesia, Malaysia, Brasil, dan lainnya.

“Ini akan memicu penekanan mata uang negara penghsil komoditi seperti Indonesia,’ kata David kepada detikFinance, Rabu (30/12/2015).

Terkait hal itu, diperkirakan angka ekspor Indonesia di tahun depan bahkan di sepanjang semester awal belum akan membaik, di samping memang karena perekonomian dunia juga masih melambat.

Perlambatan ekonomi dunia juga tentu tak akan membuat AS terlalu agresif dalam menaikkan tingkat suku bunganya di tahun depan. AS tidak akan membiarkan mata uangnya terlalu kuat yang akan membuat barang-barang ekspor miliknya tak bisa bersaing di pasaran.

Melihat hal tersebut, David memperkirakan, gerak rupiah di tahun depan akan berada di rentang Rp 13.400-Rp 14.200. Angka tersebut merupakan fair value untuk rupiah. Artinya, tidak kemahalan dan tidak terlalu murah.

“Tahun depan fair value rupiah ada di kisaran Rp 13.400-Rp 14.200, itu ada sedikit diskon, jadi nggak kemurahan dan tidak terlalu mahal,” katanya.

Gerak rupiah tentu tidak akan stagnan, semua akan melihat perkembangan kondisi makro ekonomi.

Skenario terburuk rupiah di tahun depan bisa menembus angka Rp 15.000 jika tekanan ekonomi global menghantam secara agresif, seperti kemungkinan China kembali melemahkan mata uangnya (devaluasi). Ini perlu diwaspadai.

Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan jika rupiah bisa perkasa di tahun depan hingga level di bawah Rp 13.000.

Menurut David, penguatan tersebut bisa terbantu jika realisasi investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) cukup kuat serta pembangunan infrastruktur berjalan sesuai rencana.

“Rupiah bisa saja menguat hingga di bawah Rp 13.000 jika semua itu mendukung. Bahkan bisa saja sampai Rp 15.000 kalau kondisi global memburuk,” imbuh David.

(drk/drk)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*