Menakar efek tol laut ke emiten perkapalan

JAKARTA. Membenahi sektor kemaritiman adalah salah satu pekerjaan rumah pemerintahan baru. Demi menunjang program kelautan, Presiden Joko Widodo antara lain bakal menggenjot proyek infrastruktur.

Salah satu janji politik Jokowi dalam kampanye pilpres adalah membangun tol laut. Program ini bertujuan menghilangkan perbedaan harga barang di suatu kawasan dengan kawasan lain. Kelak dengan tol ini, penggunaan kapal sebagai sarana transportasi akan kian maksimal.

Alhasil, rencana itu menjadi sentimen positif bagi industri pelayaran nasional. Memang, tak semua emiten pelayaran layak dilirik, tapi dengan rencana pemerintah menggali potensi kemaritiman, hal ini dapat meningkatkan optimisme emiten di tengah meredupnya bisnis pelayaran.

Analis MNC Securities Reza Nugraha menilai hal yang dicanangkan pemerintah baru akan berdampak baik. “Karena di kepemimpinan sebelumnya tak pernah memanfaatkan hal ini, padahal potensi profit di bidang ini sangat besar,” tutur dia.

Pemerintahan baru juga bakal lebih gesit menyokong sektor energi, termasuk perizinan proyek untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Di sisi lain, Ajay Mirchandani, analis JP Morgan Securities Singapura, dalam riset di pertengahan Agustus lalu menyatakan, pasar kapal penunjang lepas pantai atau offshore support vessel (OSV) di Indonesia berpeluang tumbuh tinggi. Hal ini karena permintaan kapal bendera Indonesia untuk keperluan pertambangan lepas pantai, terutama proyek laut dalam cenderung meningkat, seiring pemberlakuan asas cabotage pada akhir 2015. Kebijakan ini akan berlaku secara bertahap. Pada akhir tahun ini, seluruh kapal untuk pengeboran migas sudah harus berbendera merah putih.

Emiten perkapalan seperti PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS) dan PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD) diprediksikan akan mendapatkan keuntungan dari asas tersebut. Kedua perusahaan ini menyediakan jasa penyewaan kapal untuk kegiatan pertambangan lepas pantai.

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, menilai, harga minyak yang cenderung loyo belakangan ini tidak akan terlalu berpengaruh bagi kinerja emiten perkapalan.

Menurut dia, pertumbuhan kinerja perusahaan pelayaran sangat bergantung pada kontrak yang diperoleh. Biasanya kontrak yang disepakati antara emiten dan kliennya sudah memperhitungkan harga minyak untuk beberapa tahun ke depan. “Karena kontrak tersebut bersifat jangka panjang, jadi tidak berpengaruh,” jelas dia. Menurut dia, bisnis sektor pelayaran akan cenderung stabil lantaran persaingan yang sudah tidak terlalu ketat.

Hal tersebut juga diakui para pemain industri pelayaran. Eddy Kurniawan Logam, Direktur Utama Logindo Samudramakmur menyebutkan, pihaknya cukup optimistis terhadap prospek bisnis pelayaran pada tahun depan.

Terpilihnya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden diyakini bisa memunculkan harapan di sektor migas. Misalnya, pemerintah baru bisa memangkas rumitnya kebijakan di sektor ini.

Menurut Eddy, dengan kebijakan pemerintah baru yang lebih banyak memberikan perhatiannya ke sektor maritim, seharusnya koordinasi antara regulator dan pelaku pasar menjadi lebih mudah. “Kami ingin adanya penyederhanaan kebijakan di sektor pengeboran menjadi semakin ringkas. Harapannya, kondisi ini bisa membuka peluang bagi pengembangan bisnis Logindo,” dia mengharapkan.

Editor: Sandy Baskoro


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*