Mata Uang Rusia Makin Kolaps Meski Bank Sentral Sudah 'Guyur' Rp 960 Triliun

Jakarta -Mata uang Rusia, ruble, kemarin mengalami pelemahan sampai 11% dalam sehari. Ini merupakan pelemahan terburuk sejak 1998, dan sepertinya kenaikan suku bunga menjadi 17% tidak efektif menahan pelemahan mata uang Negeri Beruang Merah.

Dikutip dari Reuters, Rabu (17/12/2014), sepanjang pekan ini ruble sudah melemah 20% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selama 2014, pelemahan ruble sudah lebih dari 50%.

Sejumlah kalangan menyebutkan, apa yag terjadi saat ini mirip dengan krisis pada 1998. Kala itu, mata uang ruble melemah tajam dan membuat Russia mengalami gagal bayar utang alias default. Meski ekonomi Rusia saat ini sudah jauh lebih sehat, tetapi bayangan krisis 1998 masih begitu nyata.

Ruble terperosok akibat penurunan harga minyak dan sanksi negara-negara Barat atas aksi Rusia di Ukraina. Namun pelemahan tajam kali ini ditengarai karena lunturnya kepercayaan terhadap kredibilitas bank sentral.

Bank sentral Rusia baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 650 basis poin dari 10,5% menjadi 17%. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah putus asa, dan saat ini Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina seakan tidak mampu menghadang pelemahan ruble.

Pelaku pasar tidak menghiraukan pernyataan Nabiullina yang menyebut nilai ruble sudah di bawah harga wajar (undervalue). Pernyataan pemerintah yang mengatakan banyak spekulan yang bermain pun tidak diindahkan investor.

Deputi Gubernur Bank Sentra Rusia Sergei Shvetsov menyebutkan situasi ini sudah kritis. Bank sentral akan mengambil berbagai langkah untuk menstabilkan ruble.Next

(hds/ang)


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*