Mata Uang Dihantui Kontraksi Ekonomi Global

shadow

Financeroll – Perekonomian global terus terkontraksi. Mengawali paruh kedua tahun ini, mayoritas data sektor manufaktur melambat tajam, baik di Tiongkok maupun Eropa.  Di sisi lain, kendati aktivitas manufaktur Amerika Serikat membaik, sinyal perbaikan ekonomi Negeri Paman Sam pun masih kabur. Kombinasi itu memantik sentimen negatif pada pasar, terutama negara berkembang ditandai dengan depresiasi mata uang ke level terendah.

Aktivitas manufaktur Tiongkok sepanjang Juli yang tercermin melalui Caixin/Markit China Purchasing Managers’ Index (PMI) diestimasikan menjadi 48,2. Kontraksi itu tercatat sebagai yang terburuk sejak April 2014. Sebagai informasi, indeks sama dengan atau lebih besar dari 50 menandakan sektor manufaktur berekspansi, jika kurang dari itu maka manufaktur terkontraksi.

Perlambatan data dari Tiongkok itu menggerus harga komoditas dan memperjelas prospek suram ekonomi global. Pasalnya, Tiongkok adalah importir komoditas terbesar di dunia dan rekan dagang utama bagi banyak negara, termasuk AS, Australia, Afrika Selatan, dan Indonesia. Kontraksi tersebut memperkuat spekulasi jika otoritas Negeri Panda akan mengakselerasi gelontoran stimulus moneternya demi membangkitkan pertumbuhan ekonomi yang ditaksir hanya akan mencapai kisaran 7% tahun ini.

Konsensus ekonomi yang dihimpun Reuters mengekspektasikan Tiongkok akan memangkas kembali suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) sebelum akhir tahun ini. Begitu pula dengan rasio kewajiban penyimpangan cadangan bagi perbankan yang diprediksi akan dikurangi lagi. “Bank Sentral China akan mempertahankan pelonggaran kebijakan moneter pada paruh kedua tahun ini adana akan menerapkan berbagai metode untuk mengendalikan likuiditas,” kata ekonom JP Morgan Zhu Haibin, pekan lalu.

Sementara itu, perlambatan serupa juga terjadi di Benua Biru. Perlemahan euro tak mampu mengungkit permintaan ekspor dan menahan laju sektor manufaktur zona euro. Markit’s Composite Flash PMI turun ke level 53,7 sepanjang bulan ini dari 54,2 pada Juni. Angka itu berada di bawah estimasi ekonom yang memprediksi manufaktur bergerak moderat pada kisaran 54,0. PMI untuk industri jasa Eropa juga melemah ke level 53,8 dari capain Juni yakni 54,4 sedangkan PMI pabrik melambat ke 52,2 dari bulan sebelumnya 52,5.

Kendati melemah, capaian zona euro tersebut dipandang cukup stabil mengingat Eropa diguncang oleh krisis Yunani. “Kemampuan Eropa mempertahankan diri di kisaran saat ini cukup baik,” kata Kepala Ekonom Markit Chris Williamson.

Di sisi lain, manufaktur AS diestimasikan membaik sepanjang bulan ini. PMI AS diestimasikan naik menjadi 53,8 dari PMI Juni yakni 53,6. Namun, pelaku usaha mengatakan performa manufaktur masih suram terutama dipicu oleh pemangkasan belanja modal sektor energi. Kekhawatiran terutama datang dari risiko pemecatan besar-besaran karyawan perusahaan sebagai langkah untuk memaksimalkan efisiensi di tengah kondisi perekonomian yang sulit. “Survei Markit mengonfirmasi bahwa manufaktur AS hanya akan bertumbuh tipis pada kuartal ketiga,” kata ekonom Barclays Jesse Hurwitz.

Sentimen negatif juga ditunjukkan oleh pergerakan mata uang global. Akhir pekan lalu, indeks mata uang negara berkembang yang dihimpun Bloomberg jatuh ke level terendah sepanjang masa. Depresiasi ini meneruskan perlemahan nilai tukar yang mencapai 19% sejak tahun lalu. Ekonom dari SLJ Macro Partners Stephen Jen menilai ambruknya nilai tukar dipicu oleh perlambatan di Tiongkok dan normalisasi Bank Sentral AS Federal Reserve. Kekhawatiran derasnya aliran modal yang ke luar dari pasar negara berkembang membentuk sentimen negatif bagi mata uang kelompok negara tersebut.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*