Mata Uang Asia Anjlok ke Titik Terendah Selama Agustus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah mata uang negara-negara di kawasan Asia mengalami kejatuhan tak lama setelah Ringgit memulainya. Agustus 2015 pun menjadi bulan paling buruk bagi kemelorotan mata uang Asia dalam tiga tahun terakhir, tepatnya sejak Mei 2012.

Indeks Asia Dolar Bloomberg-JPMorgan memantau 10 mata uang Asia yang paling aktif diperdagangkan kecuali yen. Hasilnya, terjadi penurunan sebanyak 2,6 persen sepanjang Agustus 2015. Hal tersebut terjadi setelah Bank Rakyat Cina mendevaluasi Yuan pada 11 Agustus lalu. Demikian dikutip dari Bloomberg businessweek.

Akibatnya, nilai tukar mata uang sejumlah negara Asia terhadap dolar terkoreksi tajam dipimpin oleh ringgit Malaysia. Padahal, negara Asia masih dilanda kekhawatiran soal perang mata uang dan peluang kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Nilai tukar Ringgit Malaysia anjlok 8,7 persen sepanjang Agustus. Ini merupakan penurunan terburuk sejak 1998. Situasi di Malaysia diperparah dengan gejolak politik yang tengah terjadi, di mana terungkap skandal dugaan korupsi sebesar 700 juta dolar AS oleh Perdana Menteri Najib Razak dari perusahaan investasi 1MDB.

Dalam periode 12 bulan ini mata uang Malaysia telah melemah hampir 35 persen, membuat dolar ditransaksikan ke 4,2 ringgit hingga Senin (31/8). Sebagai perbandingan, rupiah melemah 19,3 persen dalam setahun ini.

Situasinya hampir mirip dengan 1997-1998 ketika nilai tukar ringgit terhadap dolar dalam periode yang sama pernah anjlok 31 persen. Para investor global telah mencairkan portofolio mereka dan menukarnya dengan dolar.

Hal tersebut menimbulkan keluarnya arus modal dari berbagai pasar modal di Korea Selatan, India, Taiwan, Thailand, Indonesia, dan Filipina sebesar 10 miliar dolar AS pada Agustus. Rupiah turut melemah 3,7 persen dan nilai tukar yuan turun 2,7 persen sepanjang Agustus 2015.


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*