Masa-masa yang Berat untuk Sektor Pembiayaan

Jakarta – Beberapa tahun yang lalu hanya dengan bermodal Rp 500 ribu, seorang konsumen sudah dapat membeli kredit motor. Hal ini yang memicu ledakan penjualan motor, banyak yang membayar cicilan dari penghematan biaya transportasi setiap bulannya, bahkan banyak yang membayar cicilan dari hasil ojek motor.

Dalam beberapa tahun terakhir industri pembiayaan mengalami pertumbuhan dua digit per tahunnya, namun pada tahun ini pertumbuhan menurun. Aset industri pembiayaan sampai dengan Agustus 2014 mencapai Rp 412 triliun hanya naik 8,6 persen, total piutang pembiayaan mencapai Rp 364 triliun, naik 8.5 persen. Dari jumlah piutang tersebut masih didominasi oleh pembiayaan konsumen Rp 241 triliun (66 persen) dan pembiayaan sewa guna usaha mencapai Rp 114 triliun (31 persen).

Melemahnya pertumbuhan industri pembiayaan tak lepas dari melemahnya harga komoditas yang mengakibatkan penurunan penjualan leasing alat-alat berat. Bila pada awal tahun outstanding mencapai Rp 118 triliun, maka pada akhir Agustus hanya mencapai Rp 114 triliun.

Selain itu industri pembiayaan juga dihadapkan kepada ketatnya likuiditas perbankan yang merupakan sumber utama dana perusahaan pembiayaan. Oleh karena itu perusahaan pembiayaan mencari pinjaman dari luar negeri walaupun konsekuensinya adalah resiko nilai tukar.

Berdasarkan data BI, pinjaman luar negeri perusahaan pembiayaan naik 14 persen ytd mencapai Rp 115,49 triliun, sementara pinjaman dalam negeri turun 3 persen ytd. Ketatnya likuiditas ini juga menyebabkan kredit macet sedikit naik namun masih di bawah 2 persen.

Hal tersebut di atas juga terefleksi kepada kinerja emiten perusahaan pembiayaan. Pendapatan Adira Dinamika Multi Finance (ADMF IJ); BFI Finance Indonesia (BFIN IJ) dan Wahana Ottomitra Multiartha (WOMF IJ) untuk 9 bulan pertama naik masing-masing 3.8 persen;21.1 persen dan 5 persen. Dikarenakan margin keuntungan yang semakin turun menyebabkan ADMF dan WOMF mengalami penurunan laba bersih sebesar 44 persen hanya 8.1 persen, sementara laba bersih BFIN masih bertumbuh 5.1 persen.

KDB Daewoo melihat kondisi yang berat bagi perusahaan pembiayaan masih akan terjadi menghabiskan sisa tahun ini, ditambah kenaikan harga BBM akan membuat kenaikan kredit macet.

Penulis: Faisal Maliki Baskoro/FMB

Sumber:PR


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*