Maaf Rupiah Tak Laku, Beli Gas Produksi Dalam Negeri Harus Pakai Dolar

Jakarta -Keterkaitan Indonesia dengan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) cukup tinggi. Untuk gas yang diproduksi dalam negeri saja, transaksi jual-beli harus menggunakan dolar.

Jadi, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi saat ini mau tak mau membuat harga gas naik. Padahal pemerintah baru pimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) kembali menggencarkan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG).

Ketua Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia (APCNGI), Robbi S. Sukardi mengatakan, transaksi dolar di dalam negeri masih pakai dolar.

“Di dalam negeri pakai dolar,” jelas Robbi usai bertemu Menko Perekonomian Sofyan Djalil di kantor Kemenko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (19/12/2014).

Karena itu harga BBG jenis CNG saat ini naik. Di 2010 lalu, harga CNG Rp 3.100/lsp (liter setara premium), saat dolar sekitar Rp 9.100-10.500. Sekarang, harganya sudah menjadi Rp 5.500/lsp.

“Dengan harga dolar sekarang ini mencekik (pengusaha CNG). Beli dolar, belum margin kurang, harga naik,” kata Robbi.

Sekarang rata-rata harga pokok gas hingga sampai ke SPBG adalah US$ 8-US$ 9/mmbtu. Lalu ada biaya kompresi untuk infrastruktur US$ 2,5 – 3/mmbtu. “Jadi total di SPBG biayanya US$ 13/mmbtu, atau setara dengan Rp 5.500/lsp,” kata Robbi.

Pada kesempatan itu, Robbi mengatakan, konsumsi BBG di dalam negeri masih rendah, karena produsen dan penjual mobil dalam negeri kurang mendukung kendaraan menggunakan BBG.

“Asal jangan menakut-nakuti orang yang mobilnya pakai converter kit akan rusak. Akibat dia menakut-nakuti seperti itu, konsumen akan takut beralih, padahal pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti sertifikat converter kit,” ujar Robbi.

Selain itu, saat ini mobil yang pakai BBG di Indonesia sulit diasuransikan. Bahkan perusahaan pembiayaan atau multifinance tak mau memberikan pembiayaan untuk mobil BBG.

(dnl/ang)


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*