Laba Per Saham Merosot, Saham FAST Masih Kurang Diminati

Pemegang lisensi KFC di Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) sepanjang tahun 2013 menunjukan kinerja kurang memuaskan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan laba perseroan yang negatif. Dalam laporan keuangan akhir tahun 2013, FAST catatkan kemerosotan laba sebesar Rp 24,15% dari sebelumnya mencapai Rp 206 miliar, tahun ini hanya mencapai Rp 156 miliar.

Alhasil, dari merosotnya perolehan laba tersebut, nilai laba per saham atau EPS yang dapat dihasilkan hanya sebesar Rp 78 per saham. padahal di tahun 2012, FST mampu catatkan nilai EPS sebesar Rp 103 per saham.

Sebenarnya, sepanjang tahun lalu, FAST berhasil tingkatkan penjualan hingga 54,73% dari tahun 2012. Di 2013, penjualan FAST mencapai Rp 3,96 triliun sedangkan setahun sebelumnya tercatat sebesar Rp 2,55 triliun. laba kotor FAST di 2013 juga asih tumbuh sebesar 12,80% dengan pertumbuhan beban pokok sebesar 9,08%.

Yang menguras nilai laba FAST di 2013 lalu adalah membengkaknya nilai beban penjualan dan distribusi sebesar 17,87% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,55 triliun menjadi Rp 1,83 triliun. selain itu, beban gaji yang meningkat sebesar 28% dari tahun 2012 sebesar 359 miliar menjadi Rp 463 miliar di tahun ini juga menggerus laba perseroan.  

Dari laporan ini, terlihat FAST mengalami penurunan profitabilitas dengan merosotnya nilai ROA dan ROE menjadi 7,71% dan 14,20%, padahal di tahun sebelumnya tercatat sebesar 11,56% dan 20,80%. Margin laba tahun ini juga mengalami kemerosotan menjadi 3,95% saja dari tahun sebelumnya sebesar 8,05%. Secara keseluruhan dari laporan keuangan tahun 2013, terlihat bahwa peningkatan besaran gaji cukup mempengaruhi besaran laba yang diperoleh FAST di 2013.

Di bursa saham, hingga saat berita ini dibuat FAST sama sekali belum diperdagangkan dan masih berada pada level yang sama dengan pembukaan awal pekan ini di Rp. 2.500. jika dilihat secara teknikalnya, FAST juga terlihat kurang diminati pasar karena jarang bergerak. Saat ini harga masih menetap di atas level MA5 dan MA20 dengan indikator RSI dan stochastic yang masih berkonsolidasi di area tengah. Dengan kondisi ini, diperkirakan harga masih akan menetap dan cenderung bergerak terbatas pada kisaran Rp 2.400 hingga Rp 2.545. 

 

Adam Nugroho/Junior Analyst Equity Research at Vibiz Research/VM/VBN

Editor: Jul Allens


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*