Konglomerasi lebih siap hadapi utang

JAKARTA. Jebloknya kurs rupiah semakin membebani korporasi Indonesia yang memiliki utang dalam mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Data Bank Indonesia menunjukkan, utang swasta (BI) Indonesia mencapai US$ 169,7 miliar. Utang valuta asing dari emiten Bursa Efek Indonesia mencapai US$ 22 miliar.

PT Astra International Tbk (ASII) merupakan salah satu emiten konglomerasi yang memiliki utang dollar melimpah. Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2015, ASII memiliki utang bank dalam mata uang asing US$ 446 juta dan utang sindikasi US$ 2,19 miliar.

Selain itu, ASII lewat anak usahanya, PT Astra Sedaya Finance memiliki obligasi dalam mata uang dollar Singapura dan euro yang setara dengan Rp 4,97 triliun.

Sedangkan konglomerasi Grup Salim lewat PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) memiliki utang bank jangka panjang dalam mata uang asing setara Rp 8,83 triliun dan jangka pendek Rp 2,33 triliun. Salah satu anggota Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk memiliki utang dalam dollar AS sebesar US$ 3,7 miliar.

Jurubicara Grup Bakrie Chris Fong mengatakan, sulit mengumpulkan data seluruh utang dollar Group Bakrie, karena utang kelompok usaha itu tersebar pada semua berbagai perusahaan Bakrie yang tercatat di bursa. “Masalah utang ini bukan terjadi pada kami saja,” ujar Chris.

Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengatakan, beberapa konglomerasi besar seperti Grup Astra, Salim, Sinar Mas dan MNC tidak akan mengalami dampak buruk dari pelemahan rupiah. Konglomerasi besar itu masih memiliki kinerja keuangan yang baik, dengan pertumbuhan pendapatan dan laba yang positif. Meski memiliki utang, aset perusahaan dan kinerja mereka masih lebih besar.

“Saya melihat, kelompok konglomerasi lebih bisa mengendalikan ancaman krisis. Sebagian sudah hedging dan lebih tahan banting ketimbang krisis tahun 1998,” kata Kiswoyo, Senin (14/9).

Dari pengalaman krisis finansial sebelumnya, konglomerasi lebih kuat dalam mengelola perusahaan. Tapi, Kiswoyo ragu dengan kemampuan Grup Bakrie menghadapi pelemahan rupiah. Meski demikian, ia melihat niat baik dari Grup Bakrie memperbaiki kinerja.

“Saya dengar saat RUPS, Bakrie and Brother mau menggelar rights issue untuk membayar utang-utangnya dengan mereka sendiri sebagai standby buyer. Mereka suntik dana,” kata dia.

Head of Public Relations ASII Yulian Warman, mengatakan, Astra mampu menangani utang-utang dengan baik. Perusahaannya sudah belajar dari krisis finansial 1998 dan 2008. “Kami rata-rata melakukan kebijakan hedging,” ujarnya.

Editor: Barratut Taqiyyah.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*