Komoditas energi tak berenergi

JAKARTA. Sepanjang tahun ini, komoditas energi meredup, seiring perlambatan ekonomi global. Namun meredanya spekulasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) diprediksi bakal menahan penurunan harga komoditas energi di sisa tahun 2015. Berikut ini ulasannya:

n Minyak

Tingginya pasokan minyak di pasar terus menggerus harga. Sejak akhir tahun 2014 atau year to date (ytd), harga minyak WTI di New York Mercantile Exchange turun 21%.  Sedangkan di sepanjang kuartal III-2015, harga sudah terpangkas 26%.

Harga minyak sempat mencatat level terendah di level US$ 38,93 per barel pada akhir Agustus lalu. Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures mengatakan, turunnya harga minyak disebabkan oleh tiga faktor yakni pasokan yang melimpah, penurunan permintaan serta penguatan nilai tukar dollar AS.

Kendati begitu, minyak sempat bangkit di kuartal kedua tahun ini dengan mencatat harga tertinggi US$ 63,66 per barel di bulan Mei. Kala itu merupakan driving season di AS,  sehingga meningkatkan permintaan bahan bakar minyak (BBM). Di saat yang sama terjadi musim badai yang mengganggu produksi minyak AS.  “Saat dua faktor itu berlalu harga minyak kembali jatuh,” ujar Nizar.

Saat ini, harga minyak  masih konsolidasi lantaran pelaku pasar menunggu keputusan The Fed terkait kenaikan suku bunga. Jika suku bunga naik, maka nilai tukar dollar AS akan semakin melambung sedan menekan harga minyak. Sebaliknya, jika jika suku bunga ditahan maka harga minyak berpotensi naik.

Meski demikian, kenaikan harga minyak cenderung terbatas, mengingat kondisi oversupply dan low demand. Pada akhir tahun ini  negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC akan mengadakan pertemuan rutin. Jika OPEC bersedia membicarakan kelebihan pasokan minyak, dapat mendukung kenaikan harga.

Sementara dari sisi permintaan, Nizar belum melihat adanya perubahan signifikan mengingat kondisi China sebagai konsumen minyak terbesar masih mengalami perlambatan ekonomi.

Jika The Fed menahan suku bunga dan OPEC bersedia memangkas produksi, Nizar optimistis harga minyak menguat dan bergerak di kisaran US$ 43-US$ 53 per barel. Jika terjadi sebaliknya, harga minyak bisa tergerus hingga di bawah US$ 40 per barel.

Selasa (6/10) pukul 17.19 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman November 2015 turun 0,3% menjadi seharga US$ 46,11 per barel.

n Batubara

Pergerakan harga batubara dibayangi perlambatan ekonomi China dan kebijakan penggunaan energi ramah lingkungan. Harga batubara menyusut 10,9% secara ytd. Selama kuartal III-2015 harga batubara pun anjlok 12%.

Negara dengan konsumsi batubara terbesar, seperti AS, China dan India mulai menerapkan kebijakan energi terbarukan, yakni menggantikan batubara dengan sumber energi ramah lingkungan seperti gas alam.

Di bulan Februari, harga batubara sempat menyentuh level tertingginya di US$ 62,55 per metrik ton. Andri Hardianto, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, mengatakan, awal tahun produsen batubara terbesar seperti Glencore memangkas produksi sehingga harga terangkat.

Selain itu, konflik di Ukraina yang melibatkan Rusia, sebagai salah satu produsen batubara terbesar turut memanaskan harga. Namun, permintaan China yang minim menekan harga batubara ke level terendah di US$ 51,85 per metrik ton di bulan April.

Memasuki kuartal IV-2015, Andri melihat, ada harapan harga batubara sedikit bangkit. Konsumen batubara dari Asia seperti Tiongkok, Indonesia dan India masih mengandalkan batubara. Jika digabungkan dengan konsumsi dari tiga negara tersebut mencapai 70% dari total konsumsi global.

Negara lain seperti Pakistan, Filipina, Vietnam, Jepang dan Korea Selatan juga membutuhkan batubara untuk pembangkit listrik. “Sulit mengganti batubara dengan energi baru di Asia karena investasinya jauh lebih murah dan efisien,” ujar Andri. 

Akhir tahun ini Andri memprediksi, batubara masih tertekan aksi jual. Namun, penurunan harga akan terbatas. Proyeksi Andri, harga batubara di US$ 45-US$ 55 per metrik ton.  Senin (5/10), harga batubara pengiriman Januari 2016 di ICE Futures Exchange naik 0,5% menjadi US$ 53,45 per metrik ton.

n Gas alam

Sejalan komoditas lain, harga gas alam juga terus menurun sepanjang tahun ini. Secara ytd, harga gas alam tergerus 22%. Sedangkan sepanjang kuartal III-2015, harga gas alam turun 18%.

Mengawali kuartal IV-2015 harga gas alam mencatat level terendah di US$ 2,433 per mmbtu. Pengamat komoditas Ibrahim mengatakan, persediaan gas alam meningkat tajam baik di AS, Timur Tengah maupun Rusia. Sedangkan permintaan gas alam turun saat musim gugur.

Sementara itu, harga tertinggi gas alam disentuh awal Januari di level US$ 3,298 per mmbtu. Alasannya, kebutuhan gas alam jelang musim dingin naik untuk kebutuhan pemanas.  

Menjelang akhir tahun, Ibrahim memperkirakan, harga gas alam rebound seiring dengan datangnya musim dingin di AS, Eropa dan sebagian negara Asia. Apalagi, mata uang dollar AS tertekan oleh sejumlah data ekonomi AS yang negatif seperti data tenaga kerja. Ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed di tahun ini juga menipis.

Ibrahim menduga, harga gas alam akhir tahun ini menguat di US$ 2,67-US$ 2,80 per mmbtu. Kemarin, harga gas alam pengiriman November 2015 di New York Merchantile Exchange naik 1% ke US$ 2,476 per mmbtu.             

Editor: Yudho Winarto.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*