Kewajiban Penggunaan Rupiah Belum Optimal, Ini Penyebabnya

Minggu, 20 September 2015 | 08:31 WIB

Iklan Gerakan Cinta Rupiah dari Bank Indonesia di TV. youtube.com

TEMPO.CO, Jakarta – Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Hernowo Koentoadji mengatakan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi dalam negeri masih belum optimal. Banyak pengusaha yang salah persepsi dengan peraturan ini. “Seperti kasus seorang pengusaha yang mengeluh karena menganggap peraturan ini memberatkan transaksi ekspor impor,” kata Hernowo saat acara diskusi di Hotel Papandayan Bandung, Sabtu, 19 September 2015.

Pria yang akrab disapa Henky ini mengatakan data dari beberapa bank besar menyebutkan transaksi menggunakan valas cukup tinggi sebelum peraturan dikeluarkan. “Setelah dikeluarkan, ada penurunan tren transaksi valas, namun jumlah pastinya tidak tahu,” katanya.

Belum optimalnya peraturan ini diberlakukan  karena adanya pihak yang merasa terganggu. Ketentuan ini dianggap tidak pro rakyat. Padahal, kata Hernowo, jika mengacu pada ketentuan,  permasalahan ekspor impor tidak ada masalah. “Mungkin ini karena pemahamannya saja yang belum jelas,” ujar Henky.

Henky menambahkan pada Peraturan Bank Indonesia disebutkan bahwa Bank Indonesia bersedia memberikan pengecualian untuk transaksi tertentu. “Jika dianggap ketentuan ini mengganggu, mereka boleh mengajukan pengecualian. Tentunya dengan dasar yang kuat. Jangan sampai hanya karena dia tidak mau repot saja.”

Menurut Henky, sudah ada sektor-sektor yang mengajukan pengecualian. Sektor tersebut adalah manufaktur, tekstil, pertambangan, migas, kelapa sawit, dan transaksi semua industri yang memungkinkan memakai transaksi valas. “Bahkan ada sekolah yang menggunakan valas,” ia mengungkapkan.

Bank Indonesia memastikan bahwa ketentuan ini tidak akan mengganggu jalannya roda perekonomian. “Tapi pada dasarnya pengusaha tidak mau rugi. Mereka beli pakai dolar, jual juga dengan dolar. Ini yang membuat permintaan dolar dalam negeri meningkat,” ucap.

Sebenarnya undang-undang yang mengatur mata uang sudah ada sejak tahun 2011, namun Bank Indonesia baru mengeluarkan peraturan yang mewajibkan seluruh transaksi di Indonesia harus memakai rupiah pada Juli 2015. Ketidakefektifan pemberlakuan undang-undang tersebut menurut Henky karena kampanye pemerintah yang kurang kuat.

MAYA AYU PUSPITASARI


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*