Kenaikan Harga Minyak di Asia Terjepit Krisis Cina dan Saudi

Jum’at, 08 Januari 2016 | 18:57 WIB

Kapal Floating Storage Regatification Unit (PSRU) Lampung milik Perusahaan Gas Negara (PGN) yang telah terhubung Onshore Receiving Facility dalam tahap penyelesaian di Wilayah Labuahan Maringgai Lampung (10/05). PSRU Lampung memiliki volume tangki LNG 170.000 M3 dengan kemampuan regas (Sent-out-rate) maksimal 240 juta kubik perhari (MMSCFD) yang akan disalurkan ke sektor kelistrikan, industri, rumah tangga tangga, UKM dan Transportasi di Lampung yang merupakan upaya percepatan konversi bahan bakar minyak ke Bahan Bakar Gas. PSRU Lampung mendorong pemanfaatan gas bumi yang berpotensi menghemat biaya bahan bakar yang mencapai Rp. 900 miliar pertahun. Tempo/Amston Probel

TEMPO.CO, Jakarta – Harga minyak bangkit dari posisi terendah selama 12 tahun terakhir di bursa perdagangan Asia, Jumat, 8 Januari 2016.  Tetapi gejolak pasar saham global yang dipicu Tiongkok dan kelebihan pasokan minyak mentah membuat investor cemas.

Kejatuhan di pasar saham Tiongkok meningkatkan kekhawatiran lebih lanjut tentang pelambatan pertumbuhan ekonomi negara itu dan dampaknya terhadap permintaan minyak. Tiongkok adalah ekonomi kedua terbesar dan negara konsumen energi utama dunia.

Beijing berusaha untuk meyakinkan pasar pada Kamis malam 7 Januari 2016 dengan mencabut sistem “circuit breaker” yang telah menyebabkan suspensi perdagangan saham dua kali dalam minggu ini.

Dan bank sentral menetapkan kurs referensi yuan terhadap dolar AS sedikit lebih tinggi setelah delapan hari berturut-turut melemah. Keputusan Beijing pada Kamis mematok yuan pada tingkat terendah dalam lima tahun mengirim gejolak melalui pasar, memicu kekacauan global dan mengirim minyak ke posisi terendah 12-tahun.

Pada sekitar pukul 06.00 GMT, patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari naik 69 sen atau 2,07 persen menjadi 33,96 dolar AS per barel dan minyak mentah Brent untuk Februari naik 73 sen atau 2,16 persen pada 34,48 dolar AS per barel.

WTI telah mencapai terendah 32,10 dolar AS pada satu titik Kamis, terlemah sejak Desember 2003, sementara Brent menyentuh 32,16 dolar AS, tingkat terendah sejak April 2004.

“Minyak berjangka melihat beberapa permintaan hari ini karena ada sedikit perbaikan dalam sentimen pasar setelah bank sentral Tiongkok menetapkan titik tengah yuan lebih atau kurang lebih sama dari hari sebelumnya,” kata Bernard Aw, analis pasar di IG Markets di Singapura.

“Pemicu untuk kemerosotan terbaru dalam harga minyak, tentu saja, kekhawatiran tentang permintaan global, didorong oleh kekhawatiran atas Tiongkok,” lembaga riset Capital Economics mengatakan dalam sebuah catatan.

Harga minyak telah terpukul oleh bertahannya kelebihan pasokan, dibawa oleh tingkat produksi yang tinggi di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan di Amerika Serikat, karena produsen-produsen bersaing untuk pangsa pasar.

Dan meskipun awalnya mengangkat harga, pertengkaran diplomatik mendalam antara anggota penting OPEC Arab Saudi dan Iran telah membuat kecil kemungkinan bagi kelompok itu untuk menyepakati pengurangan produksi dalam upaya menurunkan harga, para analis mengatakan sebagaimana dilaporkan AFP.

ANTARA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*