KDB Daewoo Rekomendasikan Saham AKR Corporindo

Jakarta – Pada tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 23 dalam hal negara penghasil minyak. Akan tetapi, sejak tahun 1990-an, produksi menurun karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini. Namun, pertumbuhan populasi dan rumah tangga kelas menengah masi mendorong tingkat pemakaian bahan bakar. Sekitar 50 persen pemakaian energi berasal dari minyak.

Dengan menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi telah mengubah Indonesia menjadi negara pengimpor minyak dari tahun 2004 dan seterusnya untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Ke depannya, karena pemerintah sedang mencoba untuk memperbaiki tingkat kondisi defisit anggaran negara dengan cara menghapus subsidi BBM, KDB Daewoo Securities melihat akan adanya pergantian dari konsumsi subsidi ke bahan bakar non-subsidi.

AKR Corporindo (AKRA) adalah sebuah perusahaan yang berbasis di Indonesia terutama bergerak di bidang perdagangan minyak bumi dan distribusi dan transportasi bahan kimia serta beroperasi pelabuhan di Guigang, Tiongkok. Pendapatan berasal dari perdagangan bahan kimia (91,4 persen), logistik (4,3 persen), industri kimia (4,0 persen), dan pertambangan (0,3 persen). Kapitalisasi pasar AKRA berdiri di Rp 20.3 triliun (0,4 persen dari JCI).

Sebagai salah satu perusahaan yang mempunyai jaringan logistik terbesar di Indonesia untuk distribusi bahan kimia dasar dan produk minyak olahan, KDB Daewoo melihat adanya prospek yang baik untuk AKRA ke depannya. “Dengan kompetisi yang terbatas selain Pertamina, kita melihat AKRA sebagai pemain besar di industri ini.”

Selama melemahnya harga minyak dan pemotongan subsidi BBM, AKRA diuntungkan dari bisnis ritel mereka dalam menjual BBM non-subsidi. Di tahun 2014, marjin perusahaan meningkat khususnya untuk distribusi BBM salah satu alasan peningkatan karena Pertamina juga meningkatkan marjin sebesar 41 persen di 1Q15.

Namun sulit untuk perusahaan dapat mempertahankan marjin yang tinggi dikarenakan harga minyak sudah stabil memasuki tahun 2015 sehingga volume discount bukanlah hal yang efektif yang dapat dilakukan lagi. Selain itu, industri pertambangan juga masih mengalami pelemahan sehingga dapat menghambat pertumbuhan volume penjualan. Mengenai penjualan lahan yang diyakini mampu mendorong laba akan sulit untuk mencapai target penjualan sebesar 100-150 ha di FY15 dikarenakan adanya risiko dalam keterlambatan eksekusi.

Faisal Maliki Baskoro/FMB

PR


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*