Jelang akhir tahun, kredit valas naik 13,7%

JAKARTA. Kucuran kredit berdenominasi valuta asing mencapai Rp 682,77 triliun pada September 2015 lalu. Jumlah ini tercatat tumbuh 13,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 600,20 triliun.

Pertumbuhan ini jauh lebih kencang ketimbang kredit bermata uang rupiah. Kredit rupiah yang disalurkan bank umum meningkat 10,5%, yaitu dari Rp 2.961 pada kuartal ketiga tahun lalu menjadi sebesar Rp 3.273 triliun pada periode yang sama tahun ini.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, dari total kredit valas yang dikucurkan bank umum Rp 682,77 triliun, di antaranya Rp 233,57 triliun berasal dari kelompok BUSN devisa, Rp 182,46 triliun dari bank pelat merah dan Rp 169,29 triliun dari bank asing.

Pertumbuhan kredit valas BUSN devisa tersebut tercatat tumbuh 18,7%. Sementara, kenaikannya di kelompok bank pelat merah dan bank asing masing-masing sebanyak 19,5% dan 4,1%. Bank campuran sendiri membukukan kredit valas Rp 96,54 triliun atau naik 10,3%.

Pertumbuhan kredit valas yang menggeliat juga dialami PT Bank OCBC NISP Tbk. Pada kuartal ketiga tahun ini, kredit valasnya tercatat tumbuh 32,5% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Namun, apabila tidak dikonversi ke rupiah, pertumbuhannya hanya tercatat 10% secara tahunan.

“Pertumbuhan kredit valas didorong oleh permintaan dari segmen korporasi,” ujar Parwati Surjaudaja, Direktur Utama OCBC NISP kepada KONTAN, Senin (30/11).

Adapun sebagai antisipasi dari nilai tukar yang fluktuatif, lanjut dia, pihaknya mengimbangi dengan pemasukan valas, sehingga kesenjangan nilai tukar dapat diminimalisir. Jadi, ketika rupiah loyo, tidak terjadi risiko yang berlebihan.

Bank Panin lain ceritanya. Menurut Herwidayatmo, Direktur Utama Bank Panin, pihaknya belum membukukan pertumbuhan kredit valas. Bahkan, pencapaiannya pada Oktober ini tidak terpaut jauh dengan total penyaluran kredit valas di sepanjang tahun lalu.

“Kami hati-hati, kredit valas hanya diberikan kepada perusahaan yang mempunyai pendapatan dalam bentuk valas juga. Jadi, ada natural hedging. Di samping itu, kami juga mempertimbangkan kemampuan kami sendiri dalam menghimpun DPK valas,” imbuh dia.

Hal ini dikarenakan, sambung Herwidayatmo, perseroannya sudah belajar dari pengalaman tahun 1997/1998 silam. “Sampai Oktober 2015, kredit valas Rp 7,9 triliun. Pada 31 Desember 2014 juga nilainya Rp 7,9 triliun. Kami memang berhati-hati dalam situasi seperti ini,” terang dia.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*