Jatuhnya Harga Emas, Suramkan Bursa Komoditi

shadow

FINANCEROLL – Harga minyak mentah bisa dikatakan hancur dalam satu tahun terakhir ini, kini komoditi Emas nampaknya bakal mengikuti. Harga emas terpenggal dalam perdagangan awal minggu ini dan ini menjadi sinyal yang buruk bagi harga-harga komoditi lainnya.

Indek Komoditi Bloomberg pada Senin (20/07) tercatat dalam posisi terendahnya dalam 13 tahun terakhir ini, bahkan lebih rendah saat runtuhnya dunia perbankan AS pada 2008 dan krisis Eropa di 2012. Harga-harga komoditi seperti Gandum, Tembaga dan Gas Alam tidak bisa lolos dari gelombang penurunan harga emas ini.

Kondisi pasar komoditi pada perdagangan awal pekan ini memang benar-benar kacau, banyak pihak secara bijaksana menahan diri untuk tidak melakukan aksi atau menambah posisi pasar hingga kondisi yang kacau ini sudah bisa tenang kembali. Dibandingkan aset-aset investasi lain seperti Saham, Obligasi, Dolar AS, maka Komoditi menempati posisi kinerja terburuknya dalam setahun ini, menurut Bloomberg. Setidaknya kinerja komoditi telah turun sebesar 7% sepanjang tahun ini. Kinerja yang demikian ini bisa semakin diperparah dengan jatuhnya harga emas yang membuat kepemilikan emas dalam bentuk ETP pada posisi terkecil sejak 2009. Pada Senin (20/07) dalam 15 menit awal pembukaan perdagangan komoditi di sesi Asia, harga logam ini telah jatuh melampui harga terendahnya dalam 2 tahun ini.

Terkoyaknya pasar komoditi sebagai konsekuensi kenaikan nilai tukar Dolar AS dan keprihatinan atas kondisi ekonomi Tiongkok yang mengalami perlambatan. Hanya sebagian kecil pelaku pasar yang cukup bernyali dengan spekulasi tinggi yang tetap berharap harga emas akan lekas naik segera dan meraup keuntungan setelah membeli di harga murah saat ini. Para manajer investasi lebih banyak menahan diri. Dengan banyaknya investor yang memilih posisi menjual, jatuhnya harga juga dimanfaatkan sebagian pihak. Dasar pemanfaatan arus turun ini adalah potensi penguatan harga sesaat. Ditengah merosotnya harga, minggu lalu harga sempat melonjak setidaknya 1,7%. Keyakinan mereka adalah harga emas akan pulih setidaknya ke harga $1.300 per troy ons kembali. Dengan keyakinan itu, mereka tetap mempertahankan posisi kepemilikan emas bahkan jika modal masih ada, menambah posisi lebih banyak.

Tidak banyak memang investor yang bernyali demikian. Sekurang-kurangnya $ 2 milyar telah berkurang nilai dari ETP Emas, Perak, Platinum dan Paladium dalam sehari perdagangan di Senin (20/07) kemarin, menurut Bloomberg. Minggu lalu, sejumlah investor bahkan telah menarik sekitar $530 juta dari ETF berbasis komoditi  atau sekitar 1% dari nilai pasarnya. Analist Citigrup, memperkirakan sebanak $2,3 milyar ang sudah ditarik dari investasi yang terkait dengan indek komoditi hingga 14 Juli kemarin. Dengan demikian sepanjang Juli ini setidaknya $2,8 milyar telah ditarik keluar.

Prospek kenaikan suku bunga AS yang membuat Dolar AS menguat menjadi sebab jatuhnya harga komoditi ini. Tidak sedikit investor yang menyatakan bahwa siklus komoditi telah berakhir, suplai yang membanjiri pasar dalam derap yang cepat tidak tidak berimbang dengan laju permintaan, khususnya Tiongkok yang justru melamban. Bahan-bahan komoditi mentah kehilangan pamornya dan investor makin melirik Dolar AS sebagai tujuan investasinya, lebih-lebih dengan kuatnya sinyalemen bahwa The Federal Reserve akan segera menaikkan suku bunganya pada tahun ini.  Suku bunga kredit ini akan semakin meluruhkan daya pikat emas yang tidak memiliki keunggulan imbal hasil bunga sebagaimana Obligasi atau saham.

Indek Komoditi Bloomberg, turun 1,4% ke posisi 96,2029, posisi terendah sejak 2002. Emas Berjangka bahkan anjlok ke harga termurahnya dalam lima tahun terakhir ini. Selasa (21/07) harga emas diperdagangkan pada kisaran $1.100. Jatuhnya harga emas diikuti dengan jatuhnya harga komoditi lain seperti gas alam dan minyak. Dolar AS yang menguat ke posisi tertingginya sejak 13 April lalu memukul keras harga komoditi. Harga minyak mentah jenis Brent, bahkan harus terjungkal lebih dalam setelah kabar Iran yang akan mengekspor minyak mentah mereka lebih banyak lagi paska dicabutnya sanksi ekspor minyak, tentu akan semakin membanjiri pasar global.

Tiongkok memiliki peran yang nyata dalam pergerakan harga komoditi global saat ini, bagaimana tidak dipungkiri bahwa Tiongkok konsumen terbesar komoditi logam, biji-bijian dan energi. Perlambatan ekonomi pada Tiongkok akan berpengaruh pada laju harga komoditi. Data pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang terbaru bisa saja menunjukkan laju kenaikan yang lebih cepat dari perkiraan, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa angka-angka statistik dari Tiongkok tidak bisa semerta-merta begitu saja ditelan. Capital Economics Ltd. bahkan menyatakan bahwa angka tersebut bisa saja lebih tinggi hingga dua persen dari kenyataan.

Kombinasi yang kompak antara potensi kenaikan suku bunga The Fed, menguatnya Dolar AS, kondisi ekonomi Tiongkok yang melemah, banjirnya produksi, semakin memperkuat bahwa resistensi harga komoditi akan semakin turun. (Lukman Hqeem)


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*