Jangan Takut, Yuan tak Akan Bikin Pasar Turbulensi

INILAHCOM. Singapura — Tahun 2015, pergerakan yuan memicu volatilitas di pasar keuangan global, tapi analis keuangan mengatakan mata uang China itu kemungkinan tidak akan menimbulkan pergolakan pada tahun depan.

Channel News Asia memberitakan pasar global kali pertama menghadapi kekacauan pada 11 Agustus, ketika Bank Rakyat China (PBoC) di luar dugaan melakukan depresiasi hampir dua persen terhadap yuan. Muncul kekhawatiran China berpotensi terlibat dalam devaluasi kompetitif di tengah kinerja ekonomi yang tak stabil.

Desember 2015, Beijing meluncurkan indeks nilai tukar baru yang akan menjadikan yuan bernilai di antara 13 mata uang dunia yang dipertimbangkan di pasar mata uang. Indeks ini dikeluarkan menyusul keputusan IMF memasukan yuan ke dalam special drawing rights (SDR).

PBoC juga berulang kali mengatur tingkat mid point harian, juga dikenal sebagai tingkat panduan resmi, untuk yuan pada multi-years low, yang mendorong harapan terjadinya kelanjutan pelemahan.

Wisnu Varathan, ekonom senior di Mizuho Bank, mengatakan keprihatinan apa pun tentang bagaimana pelemahan yuan dapat lebih menginspirasi volatilitas pasar adalah prematur dan sesat.

Menurut ekonomi yang berbasis di Singapura itu, kegelisahan pasar terhadap yuan disebabkan kesalahan membaca pergerakan PBoC.

“PBoC mencoba melepaskan dari mentalitas bahwa renminbi akan stabil terhadap dolar,” ujarnya.

Kini, menurut Varathan, PBoC menciptakan indeks perdagangan tertimbang. Reaksi sejauh ini membuat solid gagasan bahwa renminbi akan menjadi tandem dengan pasar, dan masuknya yuan ke keranjang SDR sangat pas.

“Pasar akan tahu betapa PBoC berbisnis,” ujarnya.

Analis juga melihat China kemungkinan akan berusaha menghindari kekacauan seperti yang terjadi Agustus 2015, dan mendukung pendekatan yang lebih mantap untuk devaluasi mata uang. Misal dengan menetapkan mid point rate harian yang cocok.

“Saya ragu PBoC akan melakukan tindakan drastis tahun 2016,” ujar Tony Nash, chief economist di Complete Intelligence di Singapura.

“Mereka malu dengan reaksi devaluasi Agustus lalu, dan saya kira mereka akan sangat hati-hati melangkah,” lanjutnya.

“Jika yuan terdepresiasi secara gradual, dampaknya akan minimal karena pasar punya waktu untuk bereaksi,” ujar Vasu Menon, wakil presiden OCBC di Singapura.

Jika China mengejutkan pasar, dan mengurangi nilai mata uang lagi, bisa menakuti investor dan menyebabkan reaksi tajam di pasar negara berkembang dan mata uang mereka.

Pasar, kata Menon, tidak akan mengambil tindakan tak terduga dan kurang penuh semangat ketika langkah perubahan bertahap terjadi.

Kendati demikian risiko tetap ada. Satu peristwa yang mungkin akan mempengaruhi yuan pada tahun dpean adalah siklus tingkat kenaikan suku bunga di AS.

Angus Nicholson, analis pasar IG, mengatakan pergerkan besar mata uang China tahun ini terjadi ketika The Fed diharapkan menaikan suku bunga kali pertama dalam satu dekade.

Mengenai yuan di tahun 2016, kita akan menyaksikan ekspektasi tingkat suku bunga di AS. Pasar akan menghitung lebih dari 50 kemungkinan The Fed menaikan tingkat suku bunga pada Maret dan April 2016, dan pedagang akan sangat hati-hati pada situasi ini.

Nicholson, analis yang berbasis di Melbourne, memperkirakan yuan akan terus merosot empat persen terhadap dolar AS pada pertengahan 2016. Pada tahun 2015 saja, yuan kehilangan hampir enam persen.

Ekonom juga menyoroti risiko aliran konstan modal dari China di tengah perekonomian yang surut.

Capital Economics memperkirakan China melakukan percepatan aliran modal keluar bulan lalu yang mencapai 113 miliar dolar AS, jauh lebih tinggi dibanding Oktober yang mencapai 37 miliar.

Alaistair Chan, analis Moody Analytics, memperkirakan outflow lebih lenjut akan berisiko munculnya aksi jual tajam di pasar global. Artinya, ada potensi yuan terdepresiasi pada tahun depan.

Jika depresiasi tidak terjadi, eksportir besar di Asia dapat merespon dengan devaluasi untuk mempertahankan daya saing terhadap ekspor China.

Secara khusus, rupiah Indonesia, ringgit Malaysia, dan dolar Australia, menjadi kandidat didevaluasi karena ekspor ke China relatif untuk konsumsi domestik.


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*