Jadi 'Korban' Minyak Murah, Nigeria Cari Utangan Rp 47 Triliun

Jakarta -Jatuhnya harga minyak kembali memakan ‘korban’. Kali ini Nigeria yang terpaksa mencari pinjaman alias utang kepada Bank Dunia. Ini untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan mencapai US$ 11 miliar, atau sekitar Rp 148 triliun.

Dilansir dari BBC, Rabu (3/2/2016), Menteri Keuangan Nigeria, Kemi Adeosun mengatakan, pinjaman tersebut sifatnya bukan darurat.

Nigeria yakin bisa mendapatkan utang sekitar US$ 3,5 miliar, atau sekitar Rp 47 triliun dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Afrika.

Negara dengan ekonomi terbesar di Afrika ini tengah terhantam jatuhnya harga minyak. Pemerintah Nigeria perlu mencari sumber pendanaan baru untuk mendanai anggarannya.

Ekonomi negara ini memang tergantung oleh penjualan minyak. Tahun lalu, pemerintah Nigeria sangat mengandalkan pendapatan dari minyak untuk membiayai anggarannya.

Sektor migas memiliki porsi sekitar 35% dari PDB Nigeria. Kemudian, sektor ini juga menyumbang 75% ke total pendapatan pemerintah, dan memiliki porsi 90% dari total ekspor.

Menurut Ekonomi Kepala bank Standard Chartered untuk Afrika, Razia Khan, pinjaman dari Bank Dunia lebih menguntungkan bagi Nigeria ketimbang mengambil pinjaman dari pasar uang.

Nigeria saat ini tengah mencoba mendorong anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Tujuannya agar ekonomi terdorong, meski di sisi lain tengah harga minyak tengah jatuh dalam.

Selain itu, negara ini juga tengah tertekan dengan pelemahan nilai tukarnya, yaitu naira.

Defisit anggaran pemerintah Nigeria tahun ini diperkirakan mencapai 3 triliun naira (US$ 15 miliar), naik dari prediksi sebelumnya, yaitu 2,2 triliun naira.

Nigeria merupakan angota OPEC, yang pernah meminta Arab Saudi memangkas produksi minyak agar harga naik.

Harga rata-rata produksi minyak Nigeria adalah US$ 31/barel.

(wdl/wdl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*