JAKARTA. Isu kenaikan suku bunga The Fed ternyata tak banyak mempengaruhi pergerakan harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO). Meski dapat terseret penurunan harga komoditas lain akibat menguatnya dollar AS, harga CPO nyatanya masih menguat.
Mengutip Bloomberg, Selasa (15/12) pukul 17.00 harga CPO kontrak pengiriman Maret 2016 di Malaysia Derivative Exchange naik turun 2,58% ke level RP 2.410 dari sehari sebelumnya. Namun, jika dilihat sepanjang bulan Desember, CPO merangkak naik 1,04%.
Efek kenaikan suku bunga The Fed memberi dampak dari dua sisi berbeda terhadap pergerakan CPO. Di satu sisi, kenaikan dollar AS akibat spekulasi suku bunga The Fed dapat membuat nilai tukar ringgit Malaysia melemah.
Imbasnya, harga CPO yang diperdagangkan dengan mata uang ringgit bisa terangkat. Namun, di sisi lain, kenaikan dolllar AS juga memukul harga minyak dunia sehingga turut memberi sentimen negatif bagi harga CPO.
Meski demikian, Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Fortis Asia Futures memperkirakan kebijakan suku bunga The Fed sudah tidak memberi banyak pengaruh terhadap pergerakan harga CPO.
Pasalnya, kenaikan suku bunga akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2017. “Artinya, kebijakan The Fed akomodatif terhadap pasar,” ujar Deddy. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga nantinya tidak akan terlalu menguncang pasar CPO.
Deddy melihat prospek harga CPO hingga kuartal pertama tahun depan masih berpeluang di atas RM 2.500 per metrik ton. Ekspor CPO Indonesia di akhir tahun ini diprediksi turun menjadi 19,5 juta ton dari tahun lalu 20 juta ton. Namun jika dibanding tahun 2008 sebesar 15,1 juta ton ekspor tahun ini tergolong tinggi.
“Artinya permintaan sawit Indonesia masih tetap tinggi di tengah pelemahan ekonomi global,” imbuh Deddy.
Kerjasama Indonesia dan Malaysia dalam mengembangkan industri sawit akan menjadi salah satu pendorong kenaikan harga. Deddy melihat CPO Indonesia yang saat ini menjadi andalan sumber devisa, mulai mengundang ketertarikan dari negara sahabat.
—
Distribusi: Kontan Online
Speak Your Mind