Isu suplai gerogoti harga minyak

JAKARta. Isu melimpahnya suplai kembali merongrong harga minyak mentah. Di sisi lain, konflik di kawasan Timur Tengah yang sempat mendorong kenaikan harga minyak, kini mulai mereda.

Mengutip Bloomberg Rabu (22/4), pukul 17.10 WIB, minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juni 2015 di New York Mercantile Exchange turun 0,90% menjadi US$ 56,10 per barel.

Harga minyak sudah jatuh 3,46% dari level tertinggi empat bulan. Pada 16 April lalu, minyak mentah sempat bertengger di posisi US$ 58,11 per barel. Ini harga tertinggi semenjak 23 Desember 2014.

Harga minyak tergelincir karena pelaku pasar mengantisipasi data stok minyak Amerika Serikat yang diprediksi naik 3,2 juta barel per 17 April lalu. Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan merilis data ini Rabu (22/4) malam. Perkiraan ini sejalan laporan American Petroleum  Institute (API) yang menyebutkan stok di AS naik 5,5 juta barel per pekan lalu. 

Analis PT Monex Investindo Albertus Christian menyebutkan, kenaikan stok minyak  mengindikasikan laju produksi di AS mulai normal. Sebelumnya, pasar berspekulasi produksi minyak AS akan berkurang, karena jumlah rig yang beroperasi dikurangi.

Namun, di sisi lain, Amerika justru menggenjot produksi shale oil. “Pasar masih sulit melihat efek pengurangan jumlah rig minyak di tengah upaya AS mengerek produksi shale oil,” kata Hannes Loacker, analis Raiffeisen Bank International AG kepada Bloomberg, Selasa (22/4).

Albertus menambahkan, harga minyak juga kehilangan sentimen yang bisa menyokong harga. Soalnya, konflik geopolitik di Timur Tengah mulai mereda. Kemarin, Arab Saudi menyatakan bakal menyetop serangan udara terhadap pemberontak Yaman.

Masih koreksi

Analis PT Soe Gee Futures, Nizar Hilmy menduga, harga minyak masih cenderung turun. Sebab, isu konflik yang mungkin mengganggu produksi minyak di Timur Tengah mulai mereda.

Penurunan harga bisa lebih dalam, jika data manufaktur Eropa, China dan Amerika Serikat memburuk. Data-data tersebut akan dirilis  pekan ini. “Aktivitas manufaktur yang lemah menjadi indikator lemahnya permintaan minyak untuk industri,” terang Nizar.Meski demikian,  ada peluang harga minyak konsolidasi, apabila dollar AS tidak menguat signifikan.

Secara teknikal, menurut Nizar, harga berada di atas moving average (MA) 10 dan 25, mengindikasikan harga cenderung naik. Moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif 1,8, dengan histogram di atas garis 0. Ini memperlihatkan tren naik. Hanya, relative strength index (RSI) 14 sudah turun ke level 61 dan stochastic sudah turun dari 90 ke 86. Kedua indikator ini  mengkonfirmasi peluang koreksi.

Prediksi Nizar, hingga akhir pekan ini, harga WTI rawan terkoreksi ke US$ 50-US$ 57 per barel. Christian menebak, minyak akan bergulir di kisaran US$ 52,35-US$ 57,80 per barel sepekan ini.

Editor: Yudho Winarto


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*