Investor Asia Pasifik Waspadai Rentetan Yunani

shadow

FINANCEROLL – Bagi sebagian besar investor Asia Pasifik, pertanyaan saat ini bukan lagi berapa minggu dampak penyelesaian krisis Yunani akan mempengaruhi pasar Asia, namun sudah dalam hitungan hari per hari.

Bagi pelaku pasar tersebut, jika benar Yunani akan memukul pasar Asia, juga memberikan peluang mendapatkan keuntungan. Setelah Yunani gagal melakukan pembayaran ke IMF, imbal hasil obligasi korporasi Asia diperkirakan akan segera naik pula. Kenaikan ini diperkirakan akan terbatas, mengingat tidak banyak pemberitaan mengenai perusahaan-perusahaan dari Asia hingga Timur Tengah secara luas. Rata-rata kisaran perdagangan dalam hitungan Dolar AS di Asia bergerak dalam kisaran 261 hingga 251 basis poin selama bulan Juni,  menurut data Indek JPMorgan Chase & Co. Euro sendiri juga tidak banyak berubah setelah menguat beberapa waktu.

Sesaat , diperkirakan pasar akan bereaksi secara alami dalam menyikapi krisis Yunani ini. Bank Sentral Eropa sendiri diperkirakan tidak akan tinggal diam dan akan segera melakukan langkah-langkah cepat dalam menstabilkan pasar kembali. Tentu saja, hal demikian ini akan membantu pasar kredit Asia lebih bersinar. Bagaimana tidak, penjualan obligasi dalam mata uang Dolar AS mencapai $64.5 milyar di kuartal ini, melampui kuartal pertama setelah sejumlah perusahaan menaikan penawaran mereka sebelum The Federal Reserve menaikkan suku bunganya. Sebagaimana ditunjukkan oleh Indek Bank of America Merrill Lynch bahwa imbal obligasi mengalami kenaikan sebesar 2.4 persen sejak, bandingkan dengan kerugian 0.1 persen di Amerika Utara dan 1.3 persen di Eropa.

Berbagai kebijakan stimulus yang diluncurkan baik di AS, Eropa hingga Jepang dengan corak kecenderungan suku bunga rendah bahkan mendekati nol persen, telah mendorong pergerakan arus modal yang berusaha mencari keuntungan imbal hasil yang tinggi ke Australia, Selandia Baru dan negara-negara berkembang Asia lainnya.

Permasalahan besar di Eropa ini tentu akan menyebar bahkan membuat gangguan di pasar pula. Model permasalahan yang mengemuka dan bekunya tingkat kredit sebagaimana yang terjadi setelah runtuhnya Lehman Brothers Holdings Inc. pada 2008,  nampaknya tidak akan terjadi. Meski demikian, surat-surat utang di Asia dengan jangka waktu pengembalian lebih lama, akan lebih sensitif dengan berbagai perubahan suku bunga, hal ini bisa dilihat dari pergerakan spread yang besar secara berayun-ayun. Obligasi dari China Three Gorges Corp., Fosun International Ltd. dan Haitong Securities Co. diperkirakan performanya akan dibawah rata-rata akibat ketiga-tiganya telah melakukan bisnis di Portugis selama dua tahun terakhir ini.

Pada 2011, ketika pembicaraan mengenai dana talangan antara para kreditor dan pemerintah Yunani memuncak dalam isu restrukturisasi hutang, imbal hasil bagi obligasi Portugis 10T naik sebesar 13.4 persen bahkan pada Januari 2012 kemarin sempat naik hingga 17.4 persen sebelum perjanjian disiplin fiskal muncul dan membuat imbal hasil ini menurun atau berbalik arah. Kini imbal hasil obligasi Portugis tersebut menurun 7 basisi point ke 3.05 persen. Jika Yunani akhirnya memilih keluar dari Euro tentu akan menjadi batu ujian bagi sistem keuangan global yang berbeda dengan apa yang dihadapi pada saat krisis keuangan 2008, ungkap Menteri Keuangan Selandia Baru.

Tambahan likuiditas pengaman seperti jalur pertukaran international semakin kuat dan perbankan akan mengatur kembali neraca keuangan mereka, membuat mereka lebih kuat. Dalam beberapa hal kondisi ini nampak lebih siap, beberapa hal lainnya ini nampak belum teruji seperti tentang bagaimana hal itu bisa mengatasi sebuah kejutan yang nyata, mengingat banyak sekali resiko yang muncul diluar sistem perbankan yang ada, berdasar pada sistem keuangan global.

Apapun yang menimpa Yunani dan jalan yang akan ditempuh, sebetulnya akan mempengaruhi negara-negara Asia dalam usaha untuk membentengi diri dari perlambatan ekonomi Tiongkok yang membuat pertumbuhan dikawasan ini tertahan, khususnya pasar komoditi yang selama ini menjadi penggerak ekonomi negara-negara sedang berkembang seperti Malaysia dan Indonesia. Menurut data Bank Dunia, pada 2013 nilai perekonomian Tiongkok sebesar kurang lebih $9.2 trilyun, bandingkan dengan Yunani yang hanya sebesar $242 milyar saja. Ringgit Malaysia terkoreksi 0.9 persen dan Rupiah Indonesia menurun 0.2 persen, mencerminkan perhatian pasar yang tertuju pada kisruh di Yunani dan anjloknya bursa saham Tiongkok.

Nilai tukar mata uang negara-negara ini sangat rentan dengan aliran modal keluar negeri dari berbagai lembaga-lembaga investasi asing yang tengah mengurangi resikonya. Investor asing setidaknya memiliki 32 persen surat hutang Malaysia, dan 38 persen dari Indonesia, bandingkan dengan Thailand yang hanya 18 persen saja. Mayoritas hutang Yunani terkait sektor pemerintah, yang berarti tidak ada virus hebat yang menakutkan bagi perbankan dan lembaga investasi. Hal-hal yang berlaku di Eropa memang kurang memberikan dampak bagi perekonomian Asia, dengan demikian sektor kredit Asia memang bisa lebih kokoh. Dengan kata lain, krisi di Eropa memang berdampak luas, namun hanya jangka pendek saja. (Lukman Hqeem)

|Untuk berlangganan sinyal trading premium, hubungi Pin BB. 53738cab|


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*