Intervensi BI Akan Picu Harga Obligasi Naik Pada Pekan Ini

Jakarta– Harga Surat Utang Negara (SUN) diprediksi naik pada perdagangan pekan ini. Kenaikan harga bakal didukung sentimen positif intervensi Bank Indonesia (BI) pada pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pekan lalu.

Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, intervensi BI berhasil memicu kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pekan lalu. Penguatan rupiah tersebut menjadi faktor pendorong utama kenaikan harga SUN di pasar sekunder pekan lalu.

Intervensi yang dilakukan BI melalui pembelian obligasi negara senilai Rp 1,5 triliun pada Senin (15/12). Pembelian obligasi kembali dilanjutkan pada Selasa (16/12) senilai Rp 200 miliar. Masuknya BI langsung direspons positif pasar dengan penurunan yield obligasi menjadi kisaran 8,5 persen dari sebelumnya 8,8  persen. Yield kemundian turun menuju level 8,3 persen. Nilai tukar rupiah juga menguat tipis ke level Rp 12.667 dari sebelumnya Rp 12.725.

“Meski intervensi BI dapat menaikkan nilai tukar rupiah, penguatan tersebut diproyeksikan terbatas, karena hari efektif perdagangan saham tinggal lima hari untuk tahun ini. Hal ini membuat investor cenderung mengurangi transaksi menjelang akhir tahun,” ujarnya kepada Investor Daily, Minggu (21/12).

Sentimen penguat harga obligasi, menurut dia, diprediksi juga datang dari pernyataan The Fed untuk menahan penguatan suku bunga acuan hingga tahun depan. Gubernur Bank sentral AS Janet Yellen memutuskan untuk menunda penaikan suku bunga dalam jangka waktu belum ditentukan. Keputusan ini dinilai mampu mengurangi situasi ketidakpastian pasar.

Pernyataan Janet langsung disambut pasar di berbagai belahan dunia, seperti kenaikan indeks MSCI Asia Pasifik sebesar 0,2 persen dan bursa Jepang melambung 2,4 persen. Sedangkan bursa saham Australia naik 1,8 persen, indeks Dow Jones naik 1,69 persen, indeks S&P 2 persen, dan Nasdaq 2,1 persen. Penguatan serupa melanda IHSG dengan kenaikan 77,7 poin atau setara 1,54 persen.

Berbagai sentimen positif tersebut, menurut Desmon, berpotensi mendongkrak harga obligasi bertenor 10 tahun hingga 8,1 – 8,25 persen. Investor ritel juga dapat mencermati pergerakan harga obligasi bertenor jangka pendek, seperti FR 069 dan ORI 11. Sedangkan pemodal institusi dapat membeli surat utang tenor panjang.

Aksi Beli
Kepala Riset Woori Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan, investor cenderung melaksanakan akumulasi obligasi yang sudah turun tajam dalam beberapa pekan terakhir. “Kenaikan harga obligasi pekan lalu belum mampu mengimbangi pelemahan tajam beberapa pekan terakhir. Hal ini membuka peluang investor melanjutkan pembelian obligasi hingga pekan ini,” ujarnya di Jakarta.

Penurunan harga obligasi dalam beberapa pekan lalu dipicu sentimen negatif kenaikan BI-rate menjadi 7,75 persen serta berlanjutnya tekanan rupiah terhadap dollar AS. Beberapa analisis sempat berpandangan pelemahan rupiah ini mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, sehingga memancing kekecewan pasar yang berujung terhadap aksi jual saham.

“Hampir seluruh yield tenor obligasi mengalami kenaikan pekan lalu. Yield kelompok surat utang jangka pendek (1-4 tahun) mengalami kenaikan rata-rata 29,96 bps, tenor menengah (5-7) tahun naik 12,55 bps, dan tenor panjang (8-30 tahun) naik 6,8 persen. Sementara itu, obligasi pemerintah seri benchmark FR0069 dengan jatuh tempo 5 tahun berbalik naik tipis 4,24 bps dan FR0070 dengan tenor 10 tahun naik 48,12 bps,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Terkait perdagangan obligasi pekan ini, Reza menuturkan, pelaku pasar cenderung melaksanakan aksi beli obligasi yang harganya masih murah. Dengan begitu, harga obligasi diharapkan naik pekan ini. “Kalaupun terjadi penguatan, harga obligassi rerata akan bergerak tipis sebanyak 30 – 55 bps dengan pelemahan harga hingga minimal rerata 65 – 85 bps. Untuk itu, tetap cermati perubahan dan antisipasi sentimen yang ada,” pungkas dia.

Investor Daily

Penulis: TIM/WBP

Sumber:Investor Daily


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*