Ini yang Bikin Rupiah Keok Versi Ekonom

Jakarta -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah sejak awal pekan ini. Dolar AS sempat menembus titik tertinggi Rp 11.890. Ekonom menilai pelemahan rupiah pemicu utamanya karena defisit neraca perdagangan.

“Karena neraca perdagangan defisit. Kelapa sawit turun, komoditas turun. Pelarang ekspor mineral dampaknya negatif,” kata Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan kepada detikFinance di acara pemaparan Visi Misi Ekonomi Pasangan Jokowi-JK di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu, (4/6/2014).

Dia memaparkan, defisit neraca perdagangan yang hampir menembus angka US$ 2 miliar menjadi pemicu utama keoknya rupiah terhadap dolar dua hari ini. Hal itu salah satunya disebabkan masih bergantungnya Indonesia terhadap impor, terutama BBM.

“Nah, kalau pemerintah tidak menaikan harga BBM untuk mengurangi impor BBM, kalau tidak merivisi larangan ekspor mineral, otomatis neraca perdagangannya akan tetap lemah. Ini akan terus menekan rupiah,” papar Fauzi.

Fauzi mengatakan, faktor lain adalah karena adanya ketidakpastian. Pasar senang akan Capres Joko Widodo (Jokowi) dan melihat Jokowi sebagai orang sosok yang tepat untuk memimpin Indonesia. Namun di sisi lain, pasar menilai jika Jokowi jadi presiden, akan ada ketidakpastian dalam hal kebijakan misalnya.

“Kalaupun Jokowi jadi presiden, dia akan melihat oposisi di DPR yang menguasai lebih dari 50% kursi di DPR. Sehingga agenda reformasinya juga akan sulit dijalankan kalau oposisinya besar. Kecuali ada satu dua partai yang pindah. Jadi itu membuat ketidakpastian,” jelas Fauzi.

Dia berpesan, siapapun presiden yang terpilih nantinya, mau tidak mau harus menarik investasi baik asing atau dalam negeri agar kucuran dana asing terus menerus masuk ke Indonesia. Itu bisa memperbaiki kinerja neraca berjalan dalam negeri.

“Kalau ada defisit neraca berjalan. Harus dibiayai dana asing kan. Apakah dalam bentuk PMA atau PMDN. Siapapun presidennya harus menerima kenyataan bahwa dalam menghadapi defisit transaksi neraca berjalan, Indonesia butuh dana asing,” tutupnya.

(zul/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*