Ini Penyebab Rontoknya Ekspor CPO Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Harga minyak nabati dunia terus melemah. Kondisi ini, berdampak pada lesunya ekspor crude palm oi (CPO) Indonesia ke sejumlah negara.

Turunnya kinerja ekspor ke India ini, disebabkan berbagai hal. Seperti, Pemerintahan India yang menaikan tarif bea masuk impor minyak sawit. Serta, lemahnya nilai tukar mata uang rupee terhadap dolar AS. Kemudian, diperparah lagi dengan inflasi India yang tinggi.

Selain India, perdagangan CPO yang lesu juga terjadi di Tiongkok. Volume ekspor minyak sawit pada September kemarin, hanya mampu mencapai 56,26 ribu ton atau turun 31 persen dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 81 ribu ton. Secara YoY, kinerja ekspor ke Tiongkok ini juga tercatat turun 10 persen dari 1,77 juta ton (medio Januari-September 2013) menjadi 1,60 juta ton medio Januari-September 2014.

Lesunya permintaan CPO dari negeri tirai bambu ini, lanjut Fadhil, dikarenakan sulitnya pengusaha meminjam modal ke perbankan. Selain itu, negeri Panda ini ini juga memerlakukan regulasi baru, yakni soal standar residu pestisida termasuk untuk minyak makanan.

“Ekspor CPO kita ke Eropa juga lesu,” ujarnya.

Meskipun perdagangan CPO di sejumlah negara melesu, namun ada sisi positifnya. Yaitu, permintaan dari AS justru meningkat. Ekspor CPO per September ke negeri Paman Sam itu, meningkat 86 persen dari 36,9 ribu pada Agustus menjadi 68,8 ribu ton.

Karena itu, pihaknya tetap optimistis harga CPO akan naik pada akhir bulan ini. Pihaknya, memerkirakan harga CPO hingga akhir Oktober akan cenderung bergerak di kisaran harga 700-730 dolar AS per metrik ton.

Sementara itu, harga patokan ekspor Oktober ini yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan sebesar 640 dolar AS dan bea keluar nol persen. Dengan referensi harga rata-rata tertimbang (CPO Rotterdam, Kuala Lumpur dan Jakarta) sebesar 710 dolar AS per metrik ton. Dengan melihat tren harga CPO global yang bergerak di bawah 750 dolar AS per metrik ton.

“Kami perkirakan harga bea keluar CPO pada bulan ini akan tetap nol persen,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, mengatakan, per 1 Oktober lalu pihaknya telah membebaskan bea keluar untuk ekspor CPO. Perhitungannya, karena harga rata-rata CPO mengalami penurunan.

“Makanya, pemerintah membebaskan bea keluar ekspor minyak nabati dan turunannya,” ujarnya. Bea keluar nol persen ini, juga diterapkan pada produk keturunan CPO. Seperti, Olein atau minyak goreng sawit baik yang kemasan atau curah. Pembebasan bea keluar ini, dalam rangka menggenjot ekspor poduk kelapa sawit dan turunannya.


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*