Indonesia Punya Peluang Setelah Kudeta Militer Thailand

shadow

Kudeta Militer Thailand adilsiregar 31 www.financeroll.co.id imagesFinanceroll – Sementara kita di Indonesia sedang sibuk melaksanakan pesta demokrasi, yakni pemilihan umum, Thailand justru mengalami kudeta militer. Pemerintahan sah pimpinan Perdana Menteri Ying luck Shinawatra jatuh oleh aksi unjuk rasa penentangnya, diikuti dengan pengambilalihan kekuasaan oleh militer atas restu monarki.

Apa yang terjadi di negara sesama anggota Asean itu membuat Thailand tampak seperti Indonesia masa lalu, saat pemerintahan otoriter Orde Baru berkuasa dengan dukungan penuh militer.

Perekonomian Thailand sesungguhnya salah satu terbaik di Asean. Pembangunan infrastruktur yang dikebut pada masa PM Thaksin Shinawatra membuat bisnis di Negeri Gajah Putih itu berkembang pesat. Perusahaan-perusahaan besar dunia berlomba-lomba menjadikannya pusat manufakturing produk mereka. Industri pariwisatanya juga tumbuh pesat, bahkan mengalahkan Indonesia yang jauh lebih besar secara geografis dan jauh lebih kaya alamnya.

Dengan pecahnya krisis politik untuk kesekian kalinya itu, perekonomian Thailand berangsur melemah dan daya tariknya sebagai tujuan investasi dan pariwisata global menurun—kecuali ada pemecahan politik yang elegan dalam waktu dekat ini. Tak sedikit orang membatalkan rencana berlibur ke negeri cantik tersebut, dan mengalihkan ke negara Asean lainnya.

Indonesia seharusnya memanfaatkan peluang dari kondisi ini, tetapi masih banyak pekerjaan rumah. Dari sisi hukum, investor asing berulang kali menyoroti lemahnya penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia, padahal bagi mereka kepastian hukum sangatlah krusial.

Ambil contoh kepastian hukum di bidang lahan. Jika kita ingin penanam modal asing masuk, tentu kita harus menyediakan lahan besar untuk pabrik. Sayangnya, persoalan lahan juga masih menjadi kendala.

Pemerintah mengklaim sudah ada kepastian hukum soal lahan, yang adil bagi warga maupun dunia usaha, tetapi tokoh banyak proyek infrastruktur pemerintah dan swasta menggantung alias tidak terwujud selama bertahun-tahun karena sulitnya mengakuisisi lahan.

Artinya, ada celah-celah pada aturan hukum itu yang menimbulkan masalah. Begitu juga mengenai perburuhan. Setiap tahun terjadi demonstrasi buruh dengan tuntutan yang selalu sama, yakni soal upah dan kesejahteraan. Memang menjadi hak warga negara untuk menuntut perbaikan kualitas hidup, tetapi unjuk rasa yang kadang berakhir rusuh itu menimbulkan kegalauan tersendiri bagi dunia usaha. Belum lagi tuntutan besaran upah yang sering tak seimbang dengan keterampilan pekerja. Artinya, pemerintah masih belum mampu memberikan kepastian hukum terkait kesejahteraan buruh dan iklim kerja yang baik.

Faktor lain yang menghambat laju investasi adalah peraturan hukum yang berbeda-beda dan tumpang-tindih di antara pemerintah provinsi, termasuk dalam hal perizinan, serta birokrasi korup yang membuat biaya berbisnis menjadi mahal, alias ekonomi berbiaya tinggi. Otonomi daerah mengenyangkan raja-raja kecil (para pejabat dan birokrat) daripada bermanfaat bagi masyarakat luas.

Berbagai ketidakpuasan tersebut—di tengah potensi luar biasa Indonesia sebagai sumber kekayaan alam utama dunia dan pasar besar dengan daya beli tinggi—membuat perusahaan tersohor seperti BlackBerry dan Samsung mengurungkan niat berinvestasi dan memilih negara lain. Samsung akhirnya membatalkan rencana lamanya untuk membangun pabrik ponsel di Indonesia dan memilih Vietnam, kendati Menteri Perindustrian MS Hidayat sampai ‘setengah berlutut’ memohon konglomerasi elektronik asal Korea Selatan itu berinvestasi di sini.

Kemajuan Indonesia menjalankan demokrasi dalam 16 tahun terakhir merupakan hal membanggakan, tentu tetap dengan koreksi disana-sini, tetapi sayang peluang lebih besar lagi sebagai buah demokrasi—yang memungkinkan negara dan setiap warga mengoptimalkan pencapaiannya—belum mampu kita wujudkan karena berbagai kelemahan di dalam negeri.

Oleh karena itu, pemerintah baru nanti justru harus lebih fokus membenahi berbagai problem domestik, daripada menjual pepesan kosong bahwa Indonesia adalah macan, tapi ternyata macan ompong.


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*