Indonesia Pemegang Saham Minoritas, Freeport Tidak Bayar Dividen,

Target pendapatan APBN yang berasal dari setoran dividen oleh perusahaan yang sebagian sahamnya dipegang oleh pemerintah dipastikan tidak dapat mencapai targetnya pada tahun ini. Pasalnya, PT Freeport Indonesia sebuah perusahaan tambang milik Amerika yang berbasis di Papua dipastikan tidak akan menyetorkan dividen kepada pemerintah pada tahun ini.

Sebagai informasi, sudah dua tahun terakhir (semenjak 2011), perusahaan tambang emas dan tembaga PT Freeport Indonesia tidak menyetorkan dividennya kepada pemerintah, selaku pemilik sebagian sahamnya.

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia berkontribusi dalam memberikan setoran dalam bentuk dividen ke dalam kas negara sebesar Rp 1,5 triliun per tahun. Artinya jika untuk tahun fiskal 2013 Freeport tidak juga membagikan dividen kepada pemerintah maka Negara menanggung akumulasi kerugian atas penangguhan penerimaan dividen sebesar Rp 4,5 triliun.

Karena tidak adanya setoran tersebut di tahun ini, dampaknya adalah target Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2014 sebesar Rp 40 triliun tidak tercapai. Sementara itu, dipastikan setoran dividen yang mampu diberikan oleh 141 perusahaan negara lainnya pada tahun ini diprediksi terbatas pada kisaran Rp 37,5 triliun – Rp 38,5 triliun.

Untuk kekurangan tersebut, Wakil Menteri BUMN mengatakan bahwa rencananya kementerian akan berencana berkoordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Selain itu Kementerian BUMN juga akan melapor kepada DPR untuk menjelaskan bahwa dividen yang akan disetor dalam APBN-P tidak tercapai.

Dalam hal ini, pemerintah menyatakan bahwa sudah beberapa kali meminta agar PT Freeport Indonesia membagikan dividen, namun karena kepemilikan negara kurang dari 10 persen maka kecil kemungkinan usul pemeritah disepakati oleh pemegang saham mayoritas.

Konflik antara pemegang saham mayoritas dan minoritas di Indonesia seperti yang terjadi saat ini antara pemerintah dengan Freeport bukanlah hal yang tidak pernah terjadi di Negara ini sebelumnya. Sesungguhnya, jika kita telaah lebih jauh, permasalahan utama di Negara ini adalah lemahnya payung hukum yang melindungi hak para pemegang saham minoritas.

Meskipun saat ini sudah ada beberapa UU yang dikeluarkan oleh Bapepam (saat ini menjadi Otoritas Jasa Keuangan / OJK) untuk melindungi hak pemegang saham minoritas, namun nyatanya implementasi atas pelaksanaa UU tersebut masih tetap saja masih lemah dan masih tetap berpihak kepada pemegang saham mayoritas.

Pertanyaan selanjutnya adalah, jika memang sudah 3 tahun lamanya Negara tidak menerima dividen yang menjadi hak nya hanya karena dipandang sebagai pemegang saham minoritas seharusnya hal ini menjadi tanda tanya besar bagi pemerintah, mengapa pemerintah tidak memperbaharui UU di Indonesia yang masih lemah kekuatan hukumnya terhadap pemegang saham minoritas?

Memang betul, permasalahan ini adalah permasalahan klise di hampir seluruh Negara berkembang (developing countries), tidak hanya Indonesia yang kesulitan dalam mengimplementasikan regulasi mengenai pasar modal. Meski demikian, sesungguhnya sudah ada banyak kebijakan internasional yang dirujuk sebagai acuan bagi Negara berkembang dalam melaksanakan kegiatan pasar modalnya, OECD (Organization For Economic Co-Operation and Development) Principles salah satunya.

Sebagai gambaran, pada prinsip OECD yang ke-3 yaitu perlakuan yang sama terhadap pemegang saham tersirat makna bahwa seharusnya tidak ada special threatment yang diberikan kepada pemegang saham baik minoritas ataupun mayoritas. Pada saat ini, sekilas terlihat bahwa Freeport sudah melanggar prinsip OECD yang ke-3. Pada praktiknya pemegang saham utama perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan pengaruhnya dalam kegiatan operasional perusahaan.

Melalui rangkaian paragraf diatas, akhirnya bermuarakan pada satu pandangan. Jika memang Negara memiliki proporsi hak yang meskipun minoritas atas dividen Freeport, dan ditambah dengan adanya rujukan kebijakan mengenai peraturan / etika di pasar modal yang diakui secara internasional tentang perlindungan terhadap hak pemegang saham minoritas dan perlakuan yang sama kepada para pemegang saham, apakah Negara sama sekali tidak memiliki power di tanah airnya sendiri untuk menuntuk hak nya?

 

Stephanie Rebecca/Junior Analyst Equity Research of Vibiz Consulting
Editor: Jul Allens
Pic:wikipedia


Distribusi: Vibiznews

Speak Your Mind

*

*