Imbas Jatuhnya Harga Minyak Dunia

REPUBLIKA.CO.ID, WINA — Keputusan Konferensi Tingkat Tinggi OPEC di Wina untuk tak menyesuaikan kuota produksinya, membuat harga minyak turun ke level terendah sejak 2009. Jatuhnya harga minyak mentah dunia berimbas pada banyak negara produsen minyak.

Dilansir dari Oilprice.com, Rabu (3/12) para eksekutif minyak di seluruh dunia kini hanya tinggal berharap hasil berbeda dari pertemuan Wina. Namun, merosotnya harga minyak dunia ke angka 70 dolar Amerika Serikat per barel membuat banyak para produsen khawatir. Mereka tinggal menunggu siapa yang paling dapat bertahan.

Arab Saudi hingga saat ini paling bertahan menghadapi krisis ini, dibanding banyak negara lainnya. Saudi memiliki biaya produksi yang rendah, bahkan jauh lebih rendah dari kebanyakan daerah penghasil minyak lainnya. Meski diperlukan harga tinggi untuk mengimbangi anggaran, Saudi telah membangun cadangan besar devisa untuk menutupi defisit.

Perusahaan minyak publik yang memiliki kesepakatan dan beroperasi di lingkungan yang tak menguntungkan bukan jadi pilihan layak. Pertanyaannya sekarang adalah negara mana yang akan memulai mengalami kerugian, melihat harga minyak mentah dunia kini mendekati kisaran 60 dolar per barel.

Salah satu ‘korban’ yang paling masuk akal adalah pasir minyak Kanada. Bukan hanya perusahaan tersebut memproduksi salah satu minyak paling mahal di planet, tapi juga menjualnya dengan potongan besar.

Salah satu tolak ukur pasir minyak, The Western Canada Select, pada 28 November menjual minyak dengan harga terendah di dunia. Mereka menjual seharga 48,40 dolar AS, atau dengan potongan 17,75 dolar AS per barel. Potongan harga diberikan karena berhadapan dengan kendala pipa.

Korban lain yang mungkin akan merasakan dampak adalah perusahaan serpih minyak AS. Namun ada banyak variasi antara perusahaan dan antar wilayah dalam hal ini, yang bisa melanjutkan produksi minyak menguntungkan dari serpih minyak AS. Contohnya, banyak produsen Bakken yang dapat menghasilkan keuntungan hanya 42 dolar AS per barel.

Sementara perusahaan eksplorasi minyak gemetar karena harga minyak yang rendah. Perusahaan jasa ladang minyak kemungkinan akan menjadi yang pertama terancam. Tak seperti produsen minyak, yang bisa bersandar pada produksi di masa paceklik. Perusahaan jasa seperti Schlumberger bergantung pada kecepatan pengeboran untuk tetap bertahan.

Dengan dijadwalkannya pengurangan aktivitas pengeboran, maka permintaan untuk jasa pengeboran dan kilang minyak akan menjadi hal pertama yang terkena imbas. Saham Schlumberger ini telah turun hingga 22 persen selama tiga bulan terakhir.

Beberapa telah meramalkan jatuhnya harga minyak pada 2014, sehingga siapa pun menebak apa yang terjadi selanjutnya. Namun jika harga tetap rendah atau semakin rendah, akan ada lebih banyak perusahaan yang menarik kembali pengeborannya dan banyak investor yang akan berhenti.


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*