Imbas Devaluasi, Bursa Asia Lanjutkan Pelemahan

Tokyo – Bursa saham Asia dan komoditas pada perdagangan Rabu pagi (12/8) melanjutkan tren pelemahan menyusul imbas devaluasi mata uang Tiongkok yuan. Kebijakan ini menggerus bursa saham Amerika Serikat (AS) dan membuat mata uang negara berkembang melemah.

Kebijakan devaluasi yuan membuat dolar AS dan yen Jepang menguat. Sementara pasar saham, komoditas dan pasar mata uang mengalami kehilangan keseimbangan. Di sisi lain, surat utang pemerintah seperti US Treasuries, obligasi Jerman dan obligasi pemerintah Jepang mendapat sentimen positif atas kebijakan tersebut.

Mengekor pelemahan Wall Street semalam, indeks kawasan Asia Pasifik di luar Jepang, MSCI index turun 0,2 persen mencapai level terendah sejak Februari 2014. Meskipun penurunan itu lebih kecil dari hari sebelumnya sebesar 1,4 persen.

Di Tokyo, indeks Nikkei N225 turun 0,3 persen dan di Korea Selatan Kospi KS11 mulai pulih setelah di awal perdagangan merugi. Adapun burssa saham Australia merosot 0,3 persen.

Sementara di Wall Street semalam, indeks S&P 500 turun 0,96 persen, Dow Jones turun 1,21 persen, dan Nasdaq turun 1,27 persen sebagai dampak devaluasi mata uang Tiongkok yuan pada Selasa. Kondisi ini memukul perusahaan-perusahaan di AS dengan eksposur di Tiongkok seperti Apple Inc dan Caterpillar Inc.

Tiongkok mendevaluasi yuan hampir 2 persen pada Selasa sebagai upaya menopang lesunya perekonomian negara tersebut. Penurunan terbesar yuan sejak tahun 1994 ini telah memukul hampir seluruh mata uang dunia mulai Korea Selatan hingga ke Afrika Selatan, karena dolar secara massif makin dicari.

Dolar mendekati level tertinggi dalam dua bulan mencapai 125,21 yen Jepang. Sementara dolar Australia melemah 1,5 persen.

Analis menyatakan, investor bereaksi terhadap keputusan mengejutkan Tongkok yang sengaja melemahnya nilai tukarnya. “investor lebih mempercayai bahwa arah portofolio lebih kepada penurunan suku bunga The Fed daripada pelemahan mata uang dunia,” tulis Kepala strategi ekuitas global di Jeffries, Sean Darby.

Sementara itu, kebijakan devaluasi Bank sentral Tiongkok (PBOC) menimbulkan pertanyaan lebih lanjut mengenai tingkat kesehatan perekonomi negara itu khususnya untuk aset berisiko dan komoditas.

Minyak mentah AS WTI turun lebih dari 4 persen semalam ke level terendah enam tahun sebelum akhirnya ditutup turun 1,1 persen menjadi US$ 43,57 per barel.

Tembaga dan aluminium juga mencapai posisi terendah dalam enam tahun pada Selasa. Kebijakan Tiongkok mendevaluasi mata uangnya memicu kekhawatiran melimpahnya aluminium dan meningkatkan biaya komoditas logam atas konsumen dunia.

Tembaga di London Metal Exchange (LME) semalma naik tipis 0,7 persen menjadi US$ 5.159.

Whisnu Bagus Prasetyo/WBP

Reuters


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*