IHSG Menuju Level 5.000

Jakarta – Analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengatakan, indeks harga saham gabungan (IHSG) pada akhir tahun ini ditutup pada level yang cukup aman di atas level psikologis 4.500 dan selanjutnya akan menguji level psikologis 4.700. Kiswoyo optimistis level tersebut dapat jebol dan menuju level 5.000.

Sepanjang 2015, IHSG di Bursa Efek Indonesia terpangkas 12,13% ke level 4.593,01. Kapitalisasi pasar saham Indonesia juga turun Rp 355 triliun (6,79%) dari Rp 5.228 triliun pada akhir Desember 2014 menjadi Rp 4.873 triliun per 28 Desember 2015. Namun demikian, pertumbuhan IHSG dalam enam tahun terakhir (2009 hingga 28 Desember 2015) masih positif, dengan pertumbuhan return akumulatif 79,82% atau tertinggi kedua setelah indeks bursa Filipina dalam jajaran bursa utama dunia.

Kiswoyo menilai, polesan window dressing kurang maksimal karena imbas dari keterlambatan The Fed menaikkan suku bunga acuannya, Fed funds rate (FFR). “FFR baru dinaikkan pada Desember 2015, sehingga penguatan IHSG tidak sesuai dengan proyeksi awal. Tapi, overall sudah bagus The Fed sudah memberikan kepastian. Intinya, semua ketidakpastian berakhir tahun ini. Harapannya, tahun depan sudah tidak ada lagi gejolak,” ucap dia kepada Investor Daily, Jakarta, Rabu (30/12).

Adapun penurunan volume transaksi saham tahun ini dinilai wajar mengingat tingginya volatilitas sepanjang tahun. Apalagi trader Indonesia, menurut Kiswoyo, bukan tipikal yang berani cut loss.

Kiswoyo menilai, ke depan, harga komoditas yang relatif masih rendah tidak terlalu berdampak negatif pada kinerja emiten berbasis komoditas dan IHSG. Hal itu mengingat Indonesia mulai berupaya mengubah basis ekonomi dari sektor komoditas ke sektor manufaktur.

Secara terpisah, analis LBP Enterprises Lucky Bayu Purnomo menuturkan, IHSG ditutup pada level 4.593 akhir tahun ini karena pasar menilai belum menemukan momentum tepat untuk kembali ke pasar. Masih banyak sentimen yang perlu diperhatikan terutama dari dalam negeri, seperti kebijakan dan suku bunga Bank Indonesia (BI).

BI rate yang dipertahankan pada 7,5% masih dinilai berada pada level yang terlalu tinggi. BI hingga akhir tahun pun tak kunjung memberikan ruang perubahan,” kata dia.

Selain itu ada faktor anjloknya harga komoditas dan nilai tukar rupiah sepanjang 2015. Lucky juga menilai iklim politik di dalam negeri tidak menunjang investasi di pasar modal. 

Investor Daily

Nuriy Azizah/EN

Investor Daily


Distribusi: BeritaSatu – Pasar Modal

Speak Your Mind

*

*