Hati-Hati Perang Suku Bunga karena The Fed

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Langkah Federal Reserve yang mengisyaratkan akan menaikan suku bunga dinilai akan memicu perang suku bunga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kenaikan suku bunga di AS, jika tidak segera diantisipasi, akan memicu larinya dana dari negara berkembang ke AS.

Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Wahyu Trenggono mengatakan, keputusan The Fed untuk menghentikan stimulus moneter akan diikuti dengan peningkatan suku bunga AS. The Fed baru-baru ini mengurangi stimulus moneternya menjadi 55 miliar dolar AS per bulan.

Gubernur the Fed Janet Yellen juga mengisyaratkan akan menaikan suku bunga pada enam bulan usai stimulus moneter selesai. “Suku bunga AS yang bakal meningkat adalah bad news buat negara lain karena dana akan kembali ke AS,” ujar Wahyu dalam seminar Prospek Investasi Saham dan Surat Utang di Tahun Politik Menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN, Jumat (21/3).

Menurut dia, negara yang membutuhkan dana akan saling berebut. Sebagai contoh, Indonesia tahun ini membutuhkan Rp 300 triliun dari penerbitan surat utang negara (SUN). Dari angka tersebut, 30 persennya berasal dari dana asing.

“Kalau asing tak masuk, pemerintah tak bisa dapat uang untuk pembiayan APBN karena penerimaan pajak tak mencukupi,” ujarnya.

Solusi untuk hal tersebut, menurut dia, adalah kenaikan suku bunga. Imbal hasil SUN sebesar 8-9 persen dinilai kurang tinggi. Imbalan sukuk ritel sebesar 8,75 persen pun dianggap akan kurang bersaing. Oleh karena itu, pemerintah harus menaikan suku bunga.

Di sisi lain, bank-bank akan ikut bersaing menaikan suku bunga. “Bank-bank berani memberikan suku bunga yang lebih tinggi jika orng-ornag punya dana. Kalau pemerintah menerbitkan sukuk ritel dengan kupon 8,75 persen lagi sekarang, tak bisa dijual,” ujarnya. Pada akhirnya, pemerintah harus menaikan suku bunga.


Distribusi: Republika Online RSS Feed

Speak Your Mind

*

*