Harga Minyak US$ 30/Barel, Akankah Arab Saudi Bangkrut?

Jakarta -Harga minyak yang jatuh hingga US$ 30/barel, bahkan sempat menyentuh di bawahnya, pasti menghantam perusahaan minyak dan negara yang bergantung pada ekspor minyak. Bagaimana dengan ‘raja minyak’ Arab Saudi?

Saat ini saja, pemerintah Arab Saudi sudah terpaksa harus memangkas pengeluarannya untuk anggaran ke depan, dan terus menggenjot produksi minyak mentah, agar pendapatan terus meningkat.

Prediksi dari Big Crunch, seperti dilansir dari CNBC, Selasa (2/2/2018), Arab Saudi bisa menuju kebangkrutan di 2018 bila kondisi harga minyak tetap seperti ini.

Arab Saudi selama ini menjadi negara yang stabil dengan cadangan devisa yang besar, sekitar US$ 624 miliar di Desember 2015 lalu. Bila harga minyak jatuh, maka Arab akan menggunakan cadangannya tersebut untuk membiayai negara.

Sebelumnya, CNBC pernah memprediksi Arab Saudi akan bangkrut di Agustus 2018 bila harga minyak berada di US$ 40/barel. Saat itu belum diperhitungkan adanya pemangkasan anggaran pemerintah.

Pada 2016, Arab Saudi memangkas anggarannya 13,8% lebih rendah dari 2015. Negara ini berharap defisit anggaran bisa mencapai 12,9% dari PDB di 2016.

Selain memangkas anggaran, Arab Saudi juga menggenjot produksi minyak hingga lebih dari 10 juta barel per hari pada Oktober 2015 lalu.

Energy International Association (EIA) memperkirakan, produksi minyak dunia akan mencapai 95 juta barel per hari di kuartal IV-2016, dengan konsumsi sebesar 94 juta barel per hari.

Perlambatan ekonomi China seringkali disalahkan membuat harga minyak turun, karena permintaan dunia makin berkurang. China merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia.

Belum lagi pasokan minyak dunia akan makin bertambah, dengan pasokan shale oil dari AS, dan dari Iran yang akan memproduksi minyaknya hingga 1,1 juta barel per hari.

(wdl/wdl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*