Harga Minyak Turun, Bisnis Perkapalan Ikut Lesu

Selasa, 26 Januari 2016 | 04:19 WIB

Kapal pesiar Sun Princess yang bersandar di pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, 27 Desember 2015. Budi Purwanto

TEMPO.CO, Jakarta -Harga minyak yang terus merosot mempengaruhi bisnis perkapalan. Bisnis perkapalan diprediksi akan mengalami kelesuan.

Peneliti dari lembaga riset ekonomi independen, The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip mengatakan harga kapal turun berhubungan dengan harga minyak mentah yang juga turun. “Minyak berhubungan dengan harga komoditi yang turun. Minyak turun, komoditi turun, ekspor ikut turun,” katanya di Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 25 Januari 2016

Jika dipaksa memproduksi, kata Sunarsip, sekarang hasil penjualan tidak akan menutupi overhead cost mereka. Terlebih sekarang ekonomi dunia sedang menurun, terutama Cina. “Itu menyebabkan transportasi perkapalan turun, termasuk harganya juga turun.”

Ia menjelaskan, harga komoditi berkurang menyebabkan orang menunda produksi dan pengiriman. Menurut Sunarsip, harga kapal berpeluang naik pada akhir tahun. Alasannya, negara-negara produsen minyak tidak akan membiarkan harga minyak turun terus.

Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, mengatakan, harga sewa kapal bergerak fluktuatif seperti harga saham. “Dia bergerak terus,” kata Siswanto kepada Tempo.

Bisnis sewa kapal, kata dia, mengikuti pergerakan barang. Usaha ini juga memiliki perantara atau broker. Kapal-kapal ini, adalah kapal-kapal general cargo. “Kalau ekonomi nggak lesu, dia balik, karena di sana sudah ada barang lagi yang akan diangkut,” ujar Siswanto. Tapi sekarang, kapal-kapal itu memilih parkir setelah mengantar barang.

Menurut Siswanto, di daerah pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, banyak kapal yang parkir. Di pelabuhan Singapura juga demikian. “Ini membuktikan bahwa bisnis barang lagi lesu, tidak hanya peti kemas, tetapi juga barang-barang lainnya,” kata dia.

Perusahaan di bidang pelayaran niaga, PT. Djakarta Lloyd (Persero), berencana membeli kapal tahun ini. Direktur Utama Djakarta Lloyd Arham S. Torik, memilih membeli kapal karena harga kapal kini turun. “Kalau kami diberi kesempatan, untuk membeli kapal sebanyak mungkin, lima tahun pertama (2016-2020) kami jadi operator, 2027 kami sudah jadi player asset,” kata Arham.

Menurut kajiannya, harga kapal handymax tahun 1999 senilai Rp 142,5 miliar. “Saat ini, harga kapal sejenis tidak lebih dari sekitar US$ 6 juta atauĀ  sekitar Rp 70-80 miliar, hampirĀ  100 persen,” ucap Arham.

REZKI ALVIONITASARI


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*