Harga minyak terus tergelincir

JAKARTA. Harga minyak kembali merosot, di tengah kekhawatiran banjir pasokan akibat penolakan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) memangkas produksi. Sedangkan stok minyak di Amerika Serikat (AS) menunjukkan peningkatan.

Mengutip data Bloomberg, Jumat (26/12) harga West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Februari 2015 di New York Merchantile Exchange menurun 1,99% dibandingkan hari sebelumnya menjadi US$ 54,73 per barel. Dalam sepekan harga minyak telah terpangkas 4,2%. Sedangkan minyak Brent di bursa Ice Futures Europe kontrak pengiriman Februari 2015 senilai US$ 59,45 per barel, melorot 1,31% dalam sehari.

Sepekan harga melemah 3,14%. Sepanjang tahun ini, harga WTI dan Brent anjlok lebih dari 40%, yang merupakan penurunan terbesar sejak tahun 2008.

Phil Flynn, analis Price Futures Group di Chicago mengatakan, pasar masih belum pulih akibat kelebihan pasokan. “Benar-benar sulit untuk menggapai reli besar, sampai kita tahu bagaimana menggunakan semua minyak ini,” kata Phil Flynn kepada Bloomberg.

Sementara berdasarkan Badan Administrasi Informasi Energi (EIA), stok minyak mentah AS naik 7,27 juta barel pada 19 Desember 2014 menjadi 387,2 juta barel. Ini merupakan level tertinggi sejak Juni 2014.

Nanang Wahyudin, analis SoeGee Futures, menduga, penurunan harga minyak masih akan terus berlanjut. Harga menyentuh US$ 54 per barel karena permasalahan utama yakni soal kelebihan pasokan belum terselesaikan. Akhir pekan lalu minyak sempat rebound karena indeks dollar AS terkoreksi, di tengah kondisi pasar yang sepi lantaran libur Natal.

“Kenaikan harga mungkin juga akibat pengeboman kilang minyak yang terjadi di Libia beberapa waktu lalu,” tutur Nanang. Sebelumnya diberitakan ISIS menyerang Libia sehingga beberapa tangki minyak terbakar di terminal Es Sider, pelabuhan minyak terbesar Libia. Arab Saudi menduga, kejadian ini bisa menopang kenaikan harga minyak.

Namun, harga minyak kembali ditutup melemah lantaran data AS yang menginformasikan bahwa cadangan minyak mentahnya terus naik, bahkan mencapai level tertinggi dalam tiga dekade terakhir. Ini memicu kekhawatiran banjir pasokan.

Pergerakan harga minyak akan cenderung konsolidasi karena minimnya data penunjang fundamental. Namun, harga akan melanjutkan penurunan setelah pasar kembali normal di awal tahun. “Kalau melihat secara jangka pendek sampai awal tahun 2015 saja, tren harga minyak masih bearish,” jelas Nanang.

Masih bearish

Albertus Christian, analis Monex Investindo Futures, juga berpendapat, penurunan harga minyak karena suplai berlebih sedangkan permintaan menurun di tengah perlambatan ekonomi global. “Sebelumnya harga sempat rebound, tapi itu sifatnya hanya teknikal,” kata Christian.

Ia mengatakan, harga minyak akan bergerak konsolidasi lantaran aktivitas pasar yang sepi. Menurutnya, kemungkinan pergerakan harga komoditas baru akan normal pada bulan Januari 2015. Secara teknikal Nanang mencatat, harga minyak mentah bergerak di bawah moving average (MA) 13 mengindikasikan tren bearish atau turun.

Moving average convergence divergence (MACD) bergulir di garis minus negatif. Kedua indikator tersebut menunjukkan bahwa pergerakan harga minyak merosot. Sementara relative strength index (RSI) di level 30 cenderung turun, mengindikasikan harga masih dalam tekanan. Stochastic tengah berada di level 47,08 menunjukkan pergerakan naik tapi cenderung mendatar atau flat.

Hari ini, Nanang menduga, harga minyak akan bergulir dengan level support di kisaran US$ 55,05 sampai US$ 54,05 per barel. Sedangkan level resistance di US$ 56,25–US$ 56,84 per barel. Selama sepekan ke depan, harga diperkirakan bergerak di antara US$ 50 hingga US$ 60 per barel.

Adapun Christian memperkirakan, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 54,2 sampai US$ 56,95 per barel pada hari ini. Selama sepekan ke depan, harga di kisaran US$ 54 hingga US$ 57,75 per barel.

Editor: Barratut Taqiyyah


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*