“Kementerian Keuangan sangat waspada jika harga minyak turun bahkan di bawah US$ 30 per barel. Jika sampai menyentuh angka itu bakal bahaya bagi Indonesia, fiskal kita, terutama dari anjloknya penerimaan harga minyak dan gas bumi ke negara,” ucap Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Ditjen Migas, Naryanto Wagimin, ditemui di kantornya, Plaza Centris, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (9/2/2015).
Naryanto mengatakan, harga minyak dunia yang anjlok dan saat ini berkisar US$ 46 per barel, penerimaan negara dari sektor migas turun drastis.
“Ini mengancam target penerimaan negara di APBN tahun ini,” katanya.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, ini skenario-skenario bila harga minyak dunia, terutama Indonesia Crude Price (ICP) turun terus tahun ini.
ICP US$ 40, maka:
- Pendapatan migas total mencapai US$ 25,4 miliar
- Cost Recovery US$ 15,8 miliar
- Bagi hasil kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) US$ 3,04 miliar
- Pendapatan negara US$ 6,5 miliar
ICP US$ 50 per barel, maka:
- Pendapatan migas total mencapai US$ 29,8 miliar
- Cost Recovery US$ 17,4 miliar
- Bagi hasil kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) US$ 3,43 miliar
- Pendapatan negara US$ 8,9 miliar
ICP US$ 60 per barel, maka:
- Pendapatan migas total mencapai US$ 34,1 miliar
- Cost Recovery US$ 18,4 miliar
- Bagi hasil kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) US$ 3,9 miliar
- Pendapatan negara US$ 11,7 miliar
ICP US$ 70 per barel, maka:
- Pendapatan migas total mencapai US$ 38,4 miliar
- Cost Recovery US$ 18,9 miliar
- Bagi hasil kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) US$ 4,6 miliar
- Pendapatan migas negara US$ 14,9 miliar
(rrd/dnl)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
—
Distribusi: finance.detik
Speak Your Mind