Harga minyak terseret kenaikan pasokan AS

JAKARTA. Harga minyak kembali tergerus mendekati level US$ 30 per barel setelah data industri Amerika Serikat (AS) menunjukkan cadangan minyak mengalami kenaikan.

Mengutip Bloomberg, Rabu (27/1) pukul 20.50 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Maret 2016 tergerus 1,9% ke level US$ 30,75 per barel dibanding sehari sebelumnya. Angka ini naik 8,46% dari level terendah dalam 12 tahun di US$ 28,35 per barel pada Rabu pekan lalu (20/1).

Asosiasi industri minyak AS, American Petrolium Institute (API) melaporkan cadangan minyak AS pekan lalu melonjak 11,4 juta barel. Jika data pemerintah AS yang dirilis Rabu malam sejalan, maka akan menjadi peningkatan mingguan terbesar sejak Mei 1996.

“Volatilitas akan berlanjut. Hingga kita melihat adanya pemangkasan produksi secara aktual, pasar akan tetap sulit menghadapi perkembangan lebih lanjut,” ujar David Lennox, analis Fat Prophets yang berkedudukan di Sydney, seperti dikutip Bloomberg.

Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, pengebor minyak independen AS akan melaporkan kerugian tahun 2015 yang mencapai total US$ 14 miliar akibat melemahnya harga minyak.

Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan, harga minyak bisa melemah jika data cadangan minyak AS versi pemerintah yang dirilis Energy Information Administration (EIA) Rabu malam menunjukkan peningkatan. “Meski kenaikan di bawah 11,4 juta barel, harga masih berpeluang mengalami tekanan,” ujarnya.

Produsen minyak AS sebenarnya sudah mulai memangkas produksi, terlihat dari rig pengeboran minyak yang terus berkurang. Meski terus dipangkas, angka produksi minyak AS tetap tinggi. Lantaran tingginya pasokan, pemerintah AS kini mencabut larangan ekspor minyak. Ini menjadi ancaman bagi pasokan minyak global.

Isu yang saat ini menjadi fokus utama minyak memang masalah pasokan yang terus meningkat. Di samping itu, perlambatan ekonomi China juga menjadi perhatian. Pasalnya, melambatnya ekonomi negeri panda berdampak secara global hingga berefek pada menurunnya permintaan minyak.

Namun, jika melihat dalam jangka panjang, harga minyak berpeluang naik. EIA memprediksi akan ada kenaikan permintaan di tahun 2016 meski dibarengi dengan peningkatan supply. Kenaikan permintaan seiring dengan mulai membaiknya perekonomian China.

Pasalnya, pemerintah China tidak akan membiarkan ekonomi terus jatuh setelah melihat perlambatan di tahun 2015. “Jika proyeksi EIA menjadi kenyataan, maka dapat menjadi sentimen positif bagi harga minyak,” imbuh Putu.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*