Harga Minyak Rendah, Menteri ESDM: Bisa Jadi Perangkap di Masa Depan

Nusa Dua -Dalam pidato pembukaan Bali Clean Energy Forum (BCEF) yang diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) pagi ini, Menteri ESDM Sudirman Said memperingatkan bahwa anjloknya harga minyak bumi saat ini tak boleh membuat Indonesia terlena.

Harga minyak yang murah jangan sampai membuat Indonesia mengabaikan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Bila Indonesia terperangkap pada ketergantungan energi fosil, dampaknya akan sangat buruk di masa depan.

“Indonesia bersiap memasuki era baru, pemanfaatan potensi yang selama ini ditinggalkan, yaitu EBT sebagai ganti ketergantungan kita pada fosil. Dalam situasi energi yang murah seperti saat ini, kalau tidak hati-hati kita bisa terperangkap pada kebijakan energi yang beresiko di masa depan karena ketergantungan pada energi fosil,” ujar Sudirman dalam pembukaan BCEF di BNDCC, Bali, Kamis (11/2/2016).

Sudirman mengatakan, pihaknya tetap berkomitmen mengembangkan EBT meski saat ini harga minyak bumi dan sumber energi fosil lainnya jauh lebih murah dibanding EBT. Sebab, pemerintah sadar tidak dapat terus bergantung pada sumber energi fosil.

Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) juga sudah ditetapkan bahwa energi terbarukan harus mencapai 23% dalam bauran energi di tahun 2025.

“Dalam situasi harga minyak rendah, pemerintah terus komit membangun EBT. Ini sesuatu yang harus kita kerjakan, kita punya potensi EBT 300 ribu MW. Pada 2025 EBT harus mencapai 23%. Fosil akan habis suatu saat, tidak bijak bila kita terlalu bergantung pada energi fosil,” tuturnya.

Salah satu upaya pengembangan EBT adalah dengan program Indonesia Terang. Program ini akan melistriki desa-desa di daerah terpencil dengan pembangkit listrik yang menggunakan EBT.

“Program Indonesia Terang sedang kita siapkan. Desa-desa yang masih gelap itu ada terutama di 6 provinsi, hanya bisa diterangi dengan energi terbarukan,” ucapnya.

Namun, pengembangan EBT membutuhkan biaya investasi yang besar dan teknologi tinggi. Indonesia membutuhkan bantuan dari negara-negara lain untuk pengembangan EBT.

“Tidak ada satu pun negara yang mampu memenuhi kebutuhan energi sendirian, karena itu kolaborasi menjadi amat penting,” katanya.

Dirinya berharap Indonesia mendapatkan banyak bantuan dan kerjasama dari pertemuan BCEF ini. Sejumlah proyek EBT bernilai total Rp 47,2 triliun akan disepakati dalam BCEF.

“Hasil pertemuan akan dituangkan dalam Dokumen Misi Bali. Forum bisnis juga akan menandatangani berbagai transaksi Rp 47,2 triliun untuk PLTP, PLTS,” tutupnya.

(ang/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*