Harga Minyak Longsor, Trump Terus Bikin Ulah

INILAHCOM, Sydney – Hingga Senin (30/1/2017), harga minyak masih bergerak turun. Dipantik kebijakan AS mengerek naik produksi. Kebalikan dengan OPEC, serta negara penghasil minyak lainnya.

Ketidakpastian ekonomi yang sengaja digulirkan Presiden AS Donald Trump ini, memicu kecaman dari dalam dan luar negeri.

Sementara, perdagangan minyak di beberapa negara Asia seperti Cina (Tiongkok), masih tergolong stabil. Bisa jadi karena bersamaan dengan libur Imlek.

Brent London untuk jadwal pengiriman Maret 2017, merosot US$28 sen, menjadi $55,24 per barel pada Senin pagi. Pada Jumlat (27/1), harga minyak di Brent London 72 sen lebih tinggi. Sedangkan di pasar NYMEX, harga minyak untuk pengiriman Maret, turun US$27 sen menjadi $52.90 per barel.

Penghitungan mingguan minyak dan gas Amerika Serikat dari Baker hughes menunjukkan, AS meningkatkan produksi di 15 rig sejak pekan lalu. Sehingga, total produksi minyaknya melonjak menjadi 566 barel per hari. Angka produksi ini adalah yang tertinggi sejak November 2015.

Organization of the Petroleum Exporting Countries alias OPEC, bersama produsen minyak lainnya, termasuk Rusia telah sepakat untuk memangkas produksi sebanyak 1.8 juta barel per hari pada semester I-2017. Keputusan untuk untuk menjaga suplai yang sudah mengalami oversupply sejak dua tahun terakhir.

“Saat ini minyak telah mencaoai tingkat nilai ekuilibrium yang cukup melihat jumlah pasokan dan permintaan saat ini,’ kata Ric Spooner, kepala analisis pasar di CMC Market Sydney.

Pandangan senada disampaikan analis pasar keuangan, Spooner, larangan Trump untuk masuknya pengungsi dan warga dari tujuh negara muslim ke Amerika memberikan pengaruh buruk terhadap keadaan ekonomi.

Produksi minyak Amerika meningkat, Badan Energi Internasional memerkirakan, jumlah produksi Amerika mencapai 320.000 barel per hari pada 2017. Atau rata-rata 12,8 juta barel per harinya. [ipe]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*