Harga minyak kian terkoyak

JAKARTA. Ancaman stok berlebih kian membebani pergerakan harga minyak mentah. Apalagi, permintaan dari negara pengguna minyak terbesar di dunia, belum pulih.

Mengutip Bloomberg, Rabu (21/10) pukul 16.00 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Desember 2015 di New York Merchantile Exchange turun 1,5% menjadi US$ 45,59 sebarel. Dibandingkan akhir pekan lalu, harga tergerus 4,46%.

Research and Analyst Monex Investindo Futures Faisyal menyebut, sentimen negatif masih menyelubungi pasar minyak dunia. Maklum, ada indikasi stok minyak di Negeri Paman Sam membengkak.

American Petroleum Institute (API) melaporkan stok minyak AS per pekan lalu meningkat 7,1 juta barel. Adapun, Pemerintah AS melalui Energi Information Administration (EIA) mengumumkan data stok pada Rabu (21/10) malam.

Analis menduga cadangan bakal naik 3,5 juta barel. “Stok yang berlimpah bakal menyeret harga minyak jangka pendek,” jelas Faisyal.

Research and Analyst Fortis Asia Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, persediaan minyak Arab Saudi juga membengkak. Joint Organisations Data Initiavtive (JODI) mencatat, stok minyak Arab Saudi per Agustus naik 6,4 juta barel menjadi 326,6 juta barel.

Ini yang tertinggi sejak tahun 2002. Stok meningkat lantaran ekspor harian per Agustus turun 280.000 barel menjadi 7 juta barel. Persediaan tetap tinggi, padahal Arab Saudi mengklaim sudah memangkas produksi menjadi 10,27 juta barel sehari dari bulan sebelumnya 10,36 juta barel per hari.

Deddy menduga, suplai di pasar global bakal kian melimpah. Sebab, Iran berpotensi menambah suplai, setelah mengundang para investor untuk melakukan produksi minyak.

Pada tahun 2021 mendatang, Iran menargetkan menghasilkan 4,7 juta barel minyak per hari. Biaya produksi yang relatif rendah menjadi daya tarik negara ini.

Permintaan tetap lesu

Saat persediaan melimpah, permintaan justru lesu. Perekonomian dua negara pengguna minyak terbesar, AS dan China masih melambat.

Pertumbuhan ekonomi China pada kuartal III-2015 hanya 6,9%, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yaitu 7%. Maka Deddy menduga, harga minyak mentah pada jangka panjang masih sulit pulih. “Belum ada perubahan fundamental,” ujarnya.

Meski demikian, masih ada harapan katalis yang bisa menahan kejatuhan harga minyak lebih dalam. Salah satunya, pertemuan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen minyak non-OPEC di Swiss pada pekan ini.

Pertemuan bakal membahas strategi menaikkan harga. Menurut Deddy, harga minyak bisa lebih kuat apabila rapat Federal Open Market Committee (FOMC) akhir bulan ini menunda kenaikan suku bunga The Fed.

Jika itu terjadi, dollar bakal lebih murah, sehingga positif bagi harga komoditas. Prediksi Deddy, hingga sepekan mendatang, harga WTI bergerak antara US$ 42,6-US$ 47,9 per barel.

Dan menurut dia, hari ini harga minyak WTI berpotensi menuju support US$ 44,75 dan resistance US$ 46,15 sebarel.


Distribusi: Kontan Online

Speak Your Mind

*

*