Apalagi, dengan dolar Amerika Serikat yang terus menguat di level Rp 14.000/US$, sementara sebagian besar pasokan BBM nasional berasal dari impor, membuat harga premium masih di atas harga yang ditetapkan pemerintah saat ini.
Untuk setiap penjualan 1 liter premium seharga Rp 7.400 per liter, Pertamina masih rugi Rp 600 per liter.
“Dengan formula yang ditetapkan oleh pemerintah dan DPR harganya masih jatuh di atas Rp 8.000 per liter. Tapi harga saat ini yang Rp 7.400,” kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (28/8/2015).
Dwi mengatakan, bila dalam 1-2 bulan ke depan harga keekonomian Premium turun, dan pemerintah kemudian menurunkan harga BBM, Pertamina siap dengan keputusan tersebut.
“Kita lihat lagi sebulan dua bulan yang akan datang. Kalau memang hasilnya hitungannya di bawah itu, tentu saja Pertamina akan menerima. Apapun, kalau pemerintah memiliki pertimbangan yang lain, kita siap,” ujarnya.
Hingga Agustus ini, Pertamina mencatat mengalami kerugian alias defisit dari total penjualan Premium hampir Rp 14 triliun.
“Karena toh selama ini untuk Premium saja Pertamina memikul Rp 12 triliun sampai Rp 14 triliun. Kerugian premium,” sebutnya.
Berbeda dengan premium, Pertamina justru masih untung dengan menjual solar seharga Rp 6.900 per liter.
“Solar sudah mulai untung,” sebutnya.
(feb/rrd)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
—
Distribusi: finance.detik
Speak Your Mind