Harga Anjlok, Bumi Siak-Pertamina Hulu Batalkan Pengeboran

Kamis, 25 Juni 2015 | 10:49 WIB

Petugas tengah memeriksa tangki bahan bakar di Terminal Bahan Bakar Minyak Plumpang, Jakarta, 15 April 2015. Pemeriksaan rutin terus dilakukan PT Pertamina [Persero] untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.COPekanbaru – Anjloknya harga minyak dunia yang kini seharga US$ 50-60 per barel membuat perusahaan migas merevisi rencana produksinya. Hal ini untuk menekan angka kerugian, seperti yang dilakukan PT Bumi Siak Pusako-Pertama Hulu.

Perusahaan pelat merah badan operasi bersama (BOB) yang berlokasi di Zamrud, Siak, Riau, ini memutuskan membatalkan rencana pengeboran sembilan sumur produksi yang telah dicanangkan awal 2015. “Kami terpaksa membatalkan pengeboran,” kata General Manager Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu Susanto Budi Nugroho saat ditemui Tempo, Rabu, 24 Juni 2015.

Menurut Budi, dalam kondisi harga minyak yang anjlok, kegiatan pengeboran sumur produksi tidak lagi menguntungkan. Sebab, nilai keekonomian pengeboran satu sumur minyak ditaksir mencapai US$ 70 barel. “Nilai yang tak sepadan dengan harga minyak dunia saat ini US$ 55 per barel,” ucapnya.

Namun, ujar dia, perusahaan tetap harus menjaga produksi agar tidak menurun. “Kami menjaga sumur yang ada,” tuturnya.  

Perusahaan, kata Budi, melakukan optimalisasi fasilitas pengeboran, baik pompa maupun teknis pengeboran. Caranya, menambah tekanan injeksi volume air dengan mempertimbangkan manajemen air yang baik untuk menjaga lingkungan sekitar. “Semua sisi kami perhatikan,” ucapnya.

Budi menjelaskan, secara umum, turunnya harga minyak dunia tidak begitu berpengaruh pada perusahaan. Sebelum harga minyak mulai turun pada pertengahan 2014, pihaknya telah melakukan efisiensi anggaran, baik di sektor produksi maupun operasional.

Dalam produksi tahun 2014, ujar dia, pihaknya mengusulkan anggaran lifting cost senilai US$ 183 juta. Namun, dalam perjalanannya, biaya yang terpakai hanya US$ 141 juta. Perusahaan memasang target biaya produksi sebisa mungkin dapat ditekan tapi tidak mengurangi hasil produksi. 

Pada 2013, lifting cost perusahaan untuk satu barel minyak sebesar US$ 33. Namun, pada 2014, angka itu berhasil diturunkan menjadi US$ 30. Tahun 2015, lifting cost ditargetkan dapat ditekan menjadi US$ 27. Dengan begitu, keuntungan masih terlihat ketika harga minyak dunia saat ini sebesar US$ 55 per barel. “Produksi kami tetap terjaga, berarti efisiensi kami bagus,” tutur Budi. 

RIYAN NOFITRA


Distribusi: Tempo.co News Site

Speak Your Mind

*

*