Globalisasi Pendidikan Bagai Dua Sisi Mata Uang

Laporan Reporter Tribun Jogja, Niti Bayu Indrakrista

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Bagaikan dua sisi mata uang, keterbukaan pendidikan nasional pada arus globalisasi bisa berakibat baik dan buruk. Pemerintah diharapkan bisa bersikap lebih cermat dan berinisiatif menghadapi kondisi tersebut.

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Bambang Setiaji saat ditemui di sela acara Dialog Malaysia-Indonesia mengenai Pendidikan Tinggi 2014 yang diadakan di Ibis Styles Hotel, Jl Dagen, Yogyakarta, Senin (11/8/2014).

Ia mengatakan, pemerintah Indonesia perlu lebih dalam mempelajari dan memahami manfaat pendidikan lintas negara. Menurut dia, fenomena tersebut harus dipandang secara obyektif, baik pada sisi positif maupun dampak negatifnya.

Ia mengakui, banyak pihak mengeluhkan banyaknya modal asing yang merecoki perekonomian dalam negeri, yang di antaranya merupakan imbas pendidikan internasional. Namun di sisi lain, interaksi dengan perusahaan asing bisa memberikan nilai lebih bagi tenaga terdidik asal Indonesia. “Banyak yang mengeluhkan keberadaan perusahaan asing, tapi senang jika ada anak bangsa yang bekerja di perusahaan asing,” kata Bambang.

Ke depan, kata Bambang, pemerintah harus lebih gesit lagi bergerak pada ranah pendidikan internasional. Peran aktif pemerintah dalam membeli atau membiayai industri pada level internasional bisa membuka pintu bagi SDM lokal untuk berkiprah pada panggung yang lebih besar pula.

Saat ini, Bambang mencatat, terdapat sekitar 200 mahasiswa aktif di UMS yang berasal dari manca negara. Sebagian besar mahasiswa tersebut berasal dari negara-negara di Timur Tengah. Sementara sisanya berasal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, serta sedikit dari Eropa. (Tribunjogja.com)


Distribusi: Tribun Jogja

Speak Your Mind

*

*