Gejolak China Hempaskan Obligasi Domestik

INILAHCOM, Jakarta – Senasib dengan bursa saham, laju pasar obligasi domestik terhempas ke zona merah. Bergejolaknya pasar keuangan China menjadi salah satu penyebabnya. Seperti apa?

Reza Priyambada, kepala riset NH Korindo Securities Indonesia (NHKSI) mengatakan, tampaknya sentimen negatif tidak hanya datang pada pasar saham yang membuat laju IHSG terhempas ke zona merah namun, laju pasar obligasi juga terjangkit pelemahan. Terlihat pergerakan pada awal pekan ini yang kembali berada di zona merah.

Aksi jual kembali terjadi seiring masih adanya sentimen negatif terutama dari laju rupiah yang masih nyaman berada di zona merah. “Laju obigasi tenor panjang yang sebelumnya sempat tercatat naik tipis kembali menjadi sasaran jual sehingga mengalami pelemahan cukup dalam yang terefleksi pada kenaikan yield yang lebih tinggi dari tenor lainnya dan bahkan kian menjauhi harga par-nya,” katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Minggu (13/9/2015).

Pelaku pasar masih menahan diri untuk melakukan transaksi sehingga berimbas pada belum membaiknya pergerakan harga obligasi. “Di hari lainnya, aksi jual pada obigasi tenor panjang sempat mulai berkurang namun, beralih pada obliasi tenor menengah yang mengalami lonjakan yield yang cukup signifikan,” ungkap dia.

Laju pasar obligasi sempat membaik seiring mulai membaiknya kondisi makro global dengan meresponsmeredanya kekhawatiran akan gejolak pasar di Tiongkok sehingga memberikan sentmen positif pada laju pasar obligasi. “Pelaku pasar pun kembali memanfaatkan kondisi tersebut untuk kembali masuk dan bertransaksi meskipun tidak terlalu besar,” tuturnya.

Adanya aksi beli pada obigasi tenor menengah mampu membuat kenaikan harga cukup tinggi yang terlihat dari pergerakan yield yang naik cukup signifikan. Akan tetapi, tidak lama kemudian, laju pasar obligasi kembali mengalami pelemahan seiring penurunan sejumlah pasar obligasi regional.

Aksi jual pun kembali terjadi dan menyeret harga sejumlah obligasi. Obligasi tenor panjang kembali menjadi sasaran aksi jual yang terlihat dari yield yang naik cukup signifikan. Tidak hanya pada obligasi pemerintah, pada obligasi korporasi laju yield cenderung meningkat tipis.

Kenaikan yield terjadi dengan rating AA di mana di pekan sebelumnya di kisaran 11,45%-11,55% untuk tenor 9-10 tahun namun, di pekan kemarin pergerakannya melonjak di kisaran 11,60%-11,65%. Dari sisi makroekonomi, laju pasar obligasi kali ini masih dipengaruhi kondisi dalam negeri terutama berupa pelemahan nilai tukar rupiah dan belum adanya sentimen positif dari dalam negeri.

Harga obligasi pemerintahcenderung masih melemah secara mayoritas meski ada beberapa yang menguat yang terefleksi dari naiknya yield untuk semua tenor. Kenaikan yield rata-rata yang terbesar diraih oleh obligasi tenor menengah (5-7 tahun).

Kelompok tenor pendek (1-4 tahun) mengalami kenaikan rata-rata yield 20,85 bps; tenor menengah (5-7 tahun) mengalami kenaikan yield sekitar 25,25 bps; dan tenor panjang (8-30tahun) mengalami kenaikan yield hingga 20,42bps.

Terlihat obligasi pemerintah seri benchmark FR0069 yang memiliki jatuh tempo 4 tahun kembali melemah harganya hingga 86,15 bps. Sementara dengan FR0070 yang memiliki jatuh tempo 9 tahun berbalik melemah harganya hingga 91,27 bps.

Lelang Surat Berharga Syariah Negara dalam mata uang Rupiah dilakukan oleh Pemerintah pada hari Selasa, 8 September 2015. Seri-seri SBSN yang dilelang adalah SBSN berbasis proyek (Project Based Sukuk) yaitu seri PBS006 (reopening), PBS008 (reopening), dan PBS009 (reopening).

Selain itu juga,akan dilelang Sukuk Negara dengan seri SPN-S09032016 (reopening) untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015. Adapun imbalan yang di tawarkan, untuk seri SPN-S09032016 sebesar diskonto; PBS006 sebesar 8,25%; PBS008 sebesar 7,00%; dan PBS009 sebesar 7,75%. Adapun target indikatif yang direncanakan ialah sebesar Rp 2,5 triliun.

Di pekan kemarin, nilai permintaan yang diminta pelaku pasar lebih rendah dari lelang SBSN sebelumnya. Meski sentimen di pekan kemarin masih terdapat sentimen negatif namun, permintaan akan lelang SUNmasih cukup tinggi dan bahkan mampu melampaui target indikatifnya.

Adapun jumlah SBSNyang dilelang masih sama dengan sebelumnya. Lelang SBSNyang terserap lebih banyak pada tenor jangka pendek ayng terlihat dari besaran bid to cover-nya. Dalam lelang kali ini, total permintaan yang masuk mencapai Rp 4,85 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang SBSNperiode sebelumnya, Selasa (8/9/2015) yang mencapai Rp 6,31 triliun.

Pada lelang kali ini, lelang berhasil diserap Rp 2,5 triliun atau sama dengan target indikatif yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp 2,5 triliun. Pemerintah memenangkan semuaseri SBSN. Adapunseri yang dimenangkan a.l seri SPN-S09032016 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp 1,66 triliun. Imbal hasil terendah yang masuk sebesar 6,75% dan Imbal hasil tertinggi 8,00%.

Seri ini diserap Rp 810 miliar dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 8,81% dan tingkat imbalan diskonto. Kemudian, seri PBS006mengalami permintaan Rp 670 miliar dengan Imbal hasil terendah 8,13% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 9,22% serta diserap Rp 530 miliar.

Seri PBS008 mengalami permintaan Rp 680 miliar dengan Imbal hasil terendah 7,47% dan Imbal hasil tertinggi yang masuk 8,75% serta diserap Rp 200 miliar. Terakhir, seri PBS009 dengan permintaan yang masuk dari investor Rp 1,84 triliun dan diserap Rp 960 miliar dengan Imbal hasil rata-rata tertimbang 8,32% dan tingkat imbal hasil 7,75.

Pada hari Kamis, 10 September 2015, Kementerian Keuangan telah melaksanakan lelang pembelian kembali Obligasi Negara dengan cara penukaran (debt switch) menggunakan fasilitasMinistry of Finance Dealing System(MOFiDS).

Peserta lelang menawarkan 4 seri Obligasi Negara dari 6 seri Obligasi Negara yang ditawarkan Pemerintah. Jumlah nominal penawaran yang disampaikan oleh peserta lelang sebesar Rp 216 miliar, sedangkan jumlah atau nilai nominal yang dimenangkan oleh Pemerintah adalah sebesar Rp55 miliar.

Minimnya jumlah permintaan yang masuk dan yang dimenangkan Pemerintah memperlihatkan lelang tersebut sedang sepi peminat. Pemerintah hanya menerima penawaran empat seri SUN senilai Rp 216 miliar dengan rincian penawaran yang masuk dari investor: seri FR0030 sejumlah Rp 55 miliar, FR0060 senilai Rp 45 miliar. Seri FR0028 senilai Rp 111 miliar.

Terakhir, seri FR0038 senilai Rp 5 miliar. Padahal, dalam lelang tersebut, terbuka kesempatan bagi peserta lelang untuk menukarkan enam seri SUN. Rencananya, obligasi itu akan ditukar dengan dua seri berbeda, yaitu FR0053 yang jatuh tempo per 15 Juli 2021, dan FR0073 yang jatuh tempo 15 Mei 2031 dimana dua seri penukar tersebut dikabarkan sedang dipersiapkan sebagai calon seri acuan alias benchmark tahun depan.

Dari jumlah penawaran yang masuk, pemerintah hanya menyerap satu seri, yaitu FR0030 senilai Rp 55 miliar. Surat utang itu akan jatuh tempo pada 15 Mei 2016. Investor meminta yield rata-rata tertimbang sebesar 8,06%. Kemudian, pemerintah menukar seri tersebut dengan seri FR0073 berkupon 8,75%. Surat utang ini bertenor lebih panjang dengan periode jatuh tempo 15 Mei 2031.[jin]


Distribusi: Inilah.com – Pasarmodal

Speak Your Mind

*

*