Emiten Semen Masih Lakukan Efisiensi Untuk Tekan Kenaikan Beban


shadow

Financeroll – Kenaikan beban penjualan emiten semen diprediksi masih terjadi tahun ini seiring berbagai tantangan yang ada. Adapun, sejumlah emiten semen fokus melakukan efisiensi guna menekan laju kenaikan beban.

Berdasarkan laporan keuangan empat emiten semen per Desember 2014, seluruhnya mengalami kenaikan beban pokok penjualan. PT Holcim Indonesia Tbk. (SMCB) mengalami pertumbuhan kenaikan beban pokok penjualan hingga 18,48% menjadi Rp7,50 triliun dari beban penjualan pada 2013 senilai Rp6,33 triliun.

Laba kotor SMCB tercatat Rp3,02 triliun atau turun dibandingkan laba kotor 2013 senilai Rp3,35 triliun. Adapun, laba bersih SMCB sepanjang tahun lalu mencapai Rp668,35 miliar atau turun 29,80% dari laba bersih 2013 yang sekitar Rp952,11 miliar.

Sementara itu, PT Semen Indonesia Persero Tbk (SMGR) mencatat kenaikan beban sekitar 13,50% menjadi Rp15,38 triliun dari beban tahun sebelumnya yang Rp13,55 triliun. Salah satu yang mendorong kenaikan beban penjualan adalah beban pabrikasi yang meningkat menjadi Rp12,93 triliun dari Rp10,91 triliun.

Selain itu, ongkos angkut dan bongkar perseroan juga meningkat dari Rp1,74 triliun menjadi Rp2,09 triliun. Kemudian, biaya perjalanan dinas, gaji atau upah juga terlihat mengalami peningkatan.

Adapun, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Tbk) juga mengalami hal serupa. Meski demikian, kinerja keuangan INTP bisa dikatakan paling stabil dibandingkan degan emiten semen lainnya. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, disebutkan beban pokok pendapatan meningkat menjadi Rp10,9 triliun dari sebelumnya Rp10,03 triliun.

Beban usaha juga meningkat 20,6% menjadi Rp3,23 triliun dari tahun sebelumnya Rp1,67 triliun. Hal ini disebabkan oleh naiknya biaya logistik dan naiknya upah. Direktur Utama INTP Christian Kartawijaya mengatakan sepanjang tahun lalu perseroan menghadapi kenaikan biaya produksi karena tidak adanya subsidi BBM dan listrik.

Selain itu, juga karena pelemahan rupiah yang terjadi. Sekitar 50% pembelian perseroan dalam denominasi dollar Amerika Serikat. Oleh sebab itu, untuk mengurangi dampak kenaikan biaya ke depan, perseroan akan fokus melakukan perbaikan efisiensi operasional.

Berharap tahun ini harga bahan bakar, listrik dan batu bara bisa lebih rendah sehingga membantu menstabilkan margin. “Sekarang kami memulai pemotongan biaya dan usaha efisiensi di semua lini operasi. Kami harap, kenaikan beban tidak terjadi, harapannya tidak naik Tantangan tahun ini pelemahan rupiah, harga energi dan tingkat inflasi,” katanya di Jakarta.

Sementara itu, PT Semen Baturaja Persero Tbk mencatat pertumbuhan beban pokok penjualan sebesar 19,2% atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan yang hanya tumbuh 3,93%. Tahun ini, perseroan memperkirakan beban pokok penjualan membengkak menjadi Rp1,14 triliun atau meningkat 35,62% dibandingkan dengan Rp842 miliar pada 2014.

Beban pokok penjualan di perusahaan semen antara lain bahan baku penolong, listrik, pengangkutan, biaya tenaga kerja, penyusutan, pemeliharaan dan biaya pabrikasi. Secara umum, biaya pokok penjualan merupakan biaya yang timbul dalam penjualan atau produksi suatu komoditas. Adapun, peningkatan beban pokok penjualan atau harga pokok penjualan (HPP) itu karena perusahaan meningkatkan target penjualan menjadi 1,75 juta ton semen pada 2015.

Dengan target penjualan itu, perusahaan membidik pendapatan sebesar Rp1,7 triliun pada 2015 atau tumbuh 39% dibandingkan dengan Rp1,21 triliun pada 2014. Proyeksi pertumbuhan penjualan itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan beban pokok penjualan.

Semen Indonesia juga diketahui tengah melakukan efisiensi. Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan perseroan akan fokus melakukan efisiensi dari berbagai sisi. Adapun, sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan antara lain kenaikan tarif dasar listrik dan peningkatan biaya transportasi akibat penaikan harga bahan bakar minyak pada 2014.

Pada tahun lalu, juga terjadi peningkatan TDL sebesar 64%. Selain itu, peningkatan biaya transportasi mencapai 20% pada tahun lalu. Perseroan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengangkut semen dari atau ke pelabuhan di berbagai daerah Indonesia.

“Ada peluang untuk melakukan efisiensi, mulai dari transportasi distribusi semen. Kemudian, perusahaan juga akan melakukan efisiensi pemakaian listrik, air dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan margin perusahaan,” kata Agung.

Sepanjang tahun lalu, SMGR membukukan pendapatan Rp26,98 triliun atau tumbuh 10,14% dibandingkan dengan Rp24,5 triliun pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan pada 2013 yang mencapai 25%, pada 2012 (19,6%) dan pada 2011 (14,1%). Pada 2014, pertumbuhan pendapatan lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan beban pokok penjualan yang mencapai 13,5%.

Guntur Tri Harianto, analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi kenaikan beban penjualan dan beban usaha masih terjadi tahun ini. Tapi, kenaikannya sudah mulai berkurang. Hal ini didorong oleh harga minyak mentah dunia yang mulai menurun.

“Dari sisi transportasi, akan sedikit terbantu dengan pelemahan harga minyak. Kemungkinan kenaikan bebannya sedikit melambat,” kata Guntur.

Dia memprediksi, kenaikan beban pokok penjualan emiten semen tahun ini berkisar antara 5%-10%. “Memang biasanya yang lebih bagus yang punya swasta, efisiensi mereka biasanya lebih nyata.”


Distribusi: Financeroll Indonesia

Speak Your Mind

*

*