Ekspor Impor Lesu di Tengah Anjloknya Harga Minyak

Jakarta -Penurunan baik impor dan ekspor Indonesia utamanya disebabkan oleh harga minyak dunia yang anjlok hingga kurang dari US$ 30 per barel, terendah dalam dekade terakhir. Jadi, baik ekspor atau impor migas pasti juga turun secara ‘nilai’ akibat anjloknya harga minyak dunia ini, hanya saja jika dilihat lebih dalam dan detil, ‘volume’ ekspor/impor biasanya tidak berubah sesignifikan ‘nilai’ ekspor/impor.

Penurunan harga minyak seperti saat ini sebenarnya adalah peluang besar bagi Indonesia. Negara-negara net pengimpor minyak (net importer countries) seperti Indonesia sangat diuntungkan dengan anjloknya harga minyak dunia. Selain membuat neraca perdagangan kita menjadi surplus yang bisa membantu stabilisasi rupiah, penurunan harga minyak juga merupakan insentif bagi dunia usaha karena ongkos produksi mereka menjadi lebih rendah, bonus dari turunnya harga minyak dan energi secara keseluruhan.

Namun, penurunan harga minyak juga membuat penerimaan negara (APBN) menjadi lebih sulit. Pos penerimaan dari migas pasti juga akan drop secara signifikan, oleh karena itu pemerintah harus mencari alternatif penerimaan, salah satu yang utama adalah dengan terus menggenjot dan mengoptimalisasi penerimaan pajak karena tax ratio kita masih sangat rendah, apalagi jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga.

Yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah adalah turunnya ekspor nonmigas Januari 2016 yang hanya sebesar US$9,39 miliar, turun 11,52 persen dibanding Desember 2015, demikian juga dibanding ekspor Januari 2015  turun 16,77 persen. Hal ini menjadi lampu kuning bagi pemerintah karena memang permintaan ekspor barang-barang kita masih lemah karena perekonomian dunia belum pulih. Bahkan, dunia-dunia sekarang sedang gencar melakukan perang mata uang atau ‘currency war‘ guna mendongkrak ekspor dan perekonomian mereka yang terancam resesi. Jika hal ini terus terjadi, baik ekspor migas dan nonmigas kita akan semakin terpukul. Solusi untuk mencari pasar alternatif dan diversifikasi pasar menjadi agenda mendesak pemerintah.

Selain itu, turunnya Nilai impor golongan bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari 2016 dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,03 persen dan 18,96 persen, sedangkan impor golongan barang konsumsi naik 47,68 persen. Data ini mengindikasikan pelemahan produksi industri nasional yang ditunjukkan oleh penurunan impor bahan baku, penolong serta barang modal karena Industri Indonesia sangat bergantung barang-barang impor dalam proses produksinya. Namun, di sisi lain, Indonesia terus menjadi Negara yang konsumtif atas barang-barang impor yang ditunjukkan oleh data naiknya impor barang konsumsi.

*Ekonom INDEF dan Kandidat Doktor Durham University Business School – Inggris
  Durham – Inggris
  15 Februari 2016.

(hns/hns)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*