Ekonom Ini Tak Sepakat BI Rate Turun Jadi Alasan Pelemahan Rupiah

Jakarta -Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate dari 7,75% menjadi 7,5%. Sejumlah kalangan menilai hal ini menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga mencapai kisaran Rp 13.200/US$.

Namun, Direktur Institute for Development of Economy and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, menilai penurunan BI Rate bukan penyebab utama keoknya nilai tukar rupiah. Menurutnya, bagi investor yang paling utama adalah keamanan, bukan imbalan (return).

“Uang itu yan penting aman dulu, return nomor 2. Kalau Indonesia bisa menjamin keamanan, tidak terjadi apa pun, maka investor tidak akan ke mana-mana,” katanya kepada detikFinance, Rabu (11/3/2015).

Apalagi, lanjut Enny, Indonesia perlu berhati-hati menyikapi masalah bunga. Sebab, kenaikan suku bunga akan berdampak kepada sektor riil dengan menciptakan ekonomi biaya tinggi.

“Kalau bunga tinggi tentu akan berdampak negatif kepada sektor riil. Kita perlu devisa lebih banyak agar rupiah lebih stabil, yang salah satunya datang dari ekspor. Tapi bila masih ada high cost economy, bagaimana perusahaan-perusahaan kita bisa bersaing apalagi sampai bisa ekspor?” tegasnya.

Oleh karena itu, tambah Enny, BI tentunya punya berbagai pertimbangan untuk menurunkan BI Rate.

“BI tidak fokus pada single target seperti memperkuat rupiah. Kondisi sektor riil harus menjadi pertimbangan,” tuturnya.Next

(hds/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com


Distribusi: finance.detik

Speak Your Mind

*

*